Hot Topic

Antara September Ceria Vina Panduwinata & Nana Mouskouri: Sudut Pandang Pak Sus

 PM Susbandono atau sangat dikenal oleh kolega, sahabat dan keluarga dengan sapaan Pak Sus memang memiliki keunikan tersendiri dalam membaca fenomena yang terjadi di dunia. Sebagai penulis berbagai buku dan penampilannya yang bernas pada saat menjadi motivator di sebuah radio swasta, yang selalu menginspirasi penggemarnya. 

Di era media sosial yang biasanya ramai dengan berbagai berita dari yang sesuai fakta atau hoax, Pak Sus tetap konsisten untuk memberikan pencerahan untuk para sahabatnya di group WhatsApp. Tulisan singkatnya menjadi sebuah oase di tengah perdebatan seru yang kadang kala aneh dan mengganggu pikiran waras. 

Para sahabat Pak Sus yang terinspirasi pasti akan memforward tulisannya yang inspiratif namun tanpa menggurui itu. Enak dibaca dan dibutuhkan saat ini, apalagi di masa pandemi global yang belum usai ini. Menjelang berakhirnya bulan September ini, tulisan Pak Sus kembali menggelitik sukma sebagaimana bisa disimak berikut ini. 

*Mbak Nana, Mbak Vina dan September*

@pmsusbandono

13 September 2021

  Dua perempuan penyanyi idola saya bersenandung tentang September.

 Banyak yang tak kenal, kalau saya menyebutnya “mbak Nana”.  Tapi orang akan paham dengan nama lengkapnya, Nana Mouskouri.


 Sekarang, penyanyi asal Yunani ini berusia 87 tahun dan telah meniti 5 dekade menjadi artis tarik suara yang ciamik.  Suaranya bening melengking.  Menelorkan ribuan lagu yang hampir semuanya bertengger di top hits dunia.

 Simak penggalan  lagu favorit saya. Judulnya “Try to Remember”.

 _Try to remember the kind of September_

 _When life was slow and oh so mellow._

 _Try to remember the kind of September_

 _When you were young and the callow fellow._

 _The fire of September that made you mellow._

 Selain “mbak Nana”, ada idola lain.  Saya menyebutnya “mbak Vina”.  Kembali,  orang baru bakal paham bila disebut nama tenarnya, Vina Panduwinata.

 Mirip Nana.  Penyanyi kelahiran Bogor itu di masa jayanya mempunyai banyak penggemar.  Suaranya riang, ringan, bernada manja.

 Ingat Vina, ingat “September Ceria”.  Lagu yang tetap digemari banyak orang hingga kini.

 _Di ujung kemarau panjang_

_Yang gersang dan menyakitkan_

_Kau datang menghantar berjuta kesejukan_

 _Kasih_

_Kau beri udara untuk nafasku_

_Kau beri warna bagi kelabu jiwaku_

 Lirik kedua lagu itu senada.  Perasaan _mellow_ karena musim beringsut berganti. 

 Selain Nana dan Vina, dunia tarik suara mengenal  paling tidak satu lagi penyanyi tenar yang menggunakan “September” yang digubahnya sendiri. Kali ini seorang pria.

 Namanya Billie Joe Armstrong, vokalis band Green Day.  Billie menulis lagu ini untuk ayahnya yang meninggal pada 1 September 1982 akibat  kanker kerongkongan.

 _“Saat pemakaman ayahnya, Billie menangis, berlari pulang, dan mengunci diri di kamarnya. Ketika ibunya tiba di rumah dan mengetuk pintu kamarnya, Billie hanya berkata, "Bangunkan aku ketika September berakhir"._  (“Wake Me Up When September Ends” dari Green Day - Seleb Tempo.co)

 Masih banyak “September-September” lain yang menjadi lagu  menawan.   Bulan-bulan lain tak mampu melawan.

 Tapi mengapa September?

 Di kawasan tropis termasuk Indonesia, September adalah bulan  spesial.  Peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.  Bahwa tahun ini,  September  sudah membuat bumi basah kuyub, itulah anomali alam.   Saya tak kuasa menjelaskannya.

 Dalam khasanah Jawa yang suka _othak-athik gathuk,_ September dipanjangkan menjadi   _“sat-sate sumber”_ (puncak keringnya mata air).  Puncaknya musim kemarau yang segera berlalu.

 Bandingkan dengan “Desember” dan “Januari” yang mempunyai kepanjangan _“gede-gedening sumber”_ (berlimpahnya air di mata air) dan _“udane sehari-hari”_ (hujan setiap hari).

 September adalah bulan yang serba tanggung.  Kemarau beringsut pergi, hujan belum juga datang.  Suatu simbol “ketak-jelasan” suasana.  Kondisi yang “tak begini, juga tak begitu”.

 Pesan mistisnya adalah,  jangan mengambil keputusan,  jangan membuat pesta, jangan memulai suatu pekerjaan, juga jangan melakukan perjalanan jauh, di bulan September.   Percaya atau tidak, silakan saja.

 Ada satu keanehan dengan “September”.  Diambil dari Bahasa Latin, “Septem”, sejatinya berarti 7.   Sebelum tahun 153 SM, September adalah bulan ke 7 dalam sistem kalender Roman.  Maklum, awal tahun mulai di bulan Maret.

 Sejak itu, September menjadi bulan ke 9, dalam kalender Gregorian.  Januari menjadi bulan pertama.  Apakah sejarah ini turut menyumbang September sebagai bulan yang “bukan ular, bukan belut”?.  Silakan tanya ke Nana, Vina atau Billie.

 Di  Barat,  September menandakan akhir musim panas _(summer),_ awal musim gugur _(autumn),_ dan awal tahun ajaran baru.  Dalam beberapa cerita, orang tua juga harus mulai bekerja kembali setelah mengambil cuti.  Bukankah memulai sesuatu  adalah hal yang paling sulit?. Tak heran kalau September menjadi bulan : “maju kena, mundur kena”.

 Setidaknya ada 2 peristiwa tragis yang  terjadi di bulan September. Catatan yang  sulit dihapus dari sejarah peradaban umat manusia.  Entah sampai kapan. 

 Pertama, peristiwa Gerakan 30 September di Indonesia, pada tahun 1965.  Data korban tewas tak pernah dapat dipastikan. Belum dihitung korban “sakit hati” yang bisa jadi belasan kali lebih banyak. Menahan puluhan ribu warga negara yang kebanyakan tak tahu apa-apa, jelas menoreh luka dalam tepat di ulu hati bangsa.  

 Kedua, penyerangan gedung kembar WTC di New York,  pada    11 September 2001.  Angka resmi  kematian 2996 dan sekira 6000 luka-luka.  Peristiwa menggemparkan yang menabok  Amerika yang  pongah sebagai negara adidaya.  “Sakitnya sih sudah reda, tapi malunya tak kunjung hilang”.

 Meski sudah berlangsung puluhan tahun, peristiwa tragis di bulan September itu terus dipakai  sebagai alat politik.  Cerita-cerita dengan berbagai versi biasa diputar ulang dan disebar-luaskan.  Kebanyakan dengan pelintiran yang sering basi dan _“garing”._ 

 Itulah September.  Tak barat tak timur.  Perubahan musim mempengaruhi perilaku manusianya. Banyak yang   galau. Bingung.  Apakah  harus puas atau kecewa, senang atau sedih, tertawa atau menangis.

 _“Bewilderment in September – Should one be contented or dissatisfied?”_ (AVM – 2021).

Catatan saya terhadap tulisan Pak Sus di atas adalah:

Meskipun kita belum berhasil untuk Try to Remember seperti dilantunkan Nana Mouskuori dan belum pula menikmati September Ceria seperti diidamkan oleh Vina Panduwinata, maka perasaan mellow dan galau bisa terobati dengan membagikan artikel ini untuk rekan kerja, sahabat, kerabat dan siapapun yang ada di jejaring media soial anda. Jika mereka bahagia karena kiriman anda, maka anda pun akan ikut happy.


Komentar

Topik Hangat

Sejarah dan Makna Puasa Ramadhan: Menyucikan & dan Meningkatkan Spiritualitas Umat Islam di Seluruh Dunia

HM Darmizal: Umroh Milenial Diluncurkan ICMI Travel | Kejutan Baru Di Era Digital

Muncul nama Ridwan Kamil & Ahmad Sahroni sebagai Cagub pada Pilkada Jakarta 2024. Bagaimana dengan Kaesang?

Shin Tae Yong Dari Panggung Kecil Wujudkan Impian Penggila Sepak Bola Indonesia

Pilkada DKI Jakarta 2024 Bakal Seru. PDI Perjuangan Calonkan Siapa?

Rekam Jejak Anies Baswedan: Analisis Sebelum Pemilihan Presiden 2024

Makan Siang & Susu Gratis: Antara Pro Kontra & Dampaknya Pada Masyarakat & Negara

Gibran, Mahfud MD & Cak Imin: Mampukah Merayu Calon Pemilih Pada Debat Cawapres?

Indonesia Keren