Kejutan di Hari Ulang Tahun Presiden Jokowi pada 21 Juni 2021 Akhirnya Terungkap
Kabar yang lumayan mengejutkan datang dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal penting akan dideklarasikan pada 21 Juni 2021, bertepatan dengan ulang tahun Presiden Joko Widodo atau akrab disapa Pak De Jokowi ini. Deklarasi ini akan dikumandangkan oleh Komite Penyelenggara Referendum Konstitusi NTT. Referendum ini terkait dengan masa jabatan Presiden RI yang menurut konstitusi adalah dua periode.
Sebagaimana diketahui ide tentang Jokowi 3 Periode sudah lama bergema, bahkan di tengah hangatnya Pilpres 2019. Belakangan ini muncul pula gagasan Jokowi 3 Kali. Meskipun Presiden Jokowi sudah pernah menolak ide masa jabatan tiga periode tersebut.
Berita tentang referendum ini dilaporkan oleh situs berita online merdeka.com (18/6//2021) setelah beberapa elemen masyarakat NTT menyuarakan usulan referendum masa jabatan presiden. Tujuan referendum adalah memurnikan kembali kedaulatan rakyat tentang masa jabatan presiden.
Yang menarik jaringan Komite Penyelenggara Referendum Terbatas sudah meluas sampai ke kabupaten, Kecamatan dan pelosok desa di NTT. Ketua Komite Pius Rengka menyebut, gagasan pembentukan Komite Penyelenggara Referendum ini sesungguhnya bukan muncul mendadak. Komite ini dibentuk pada 29 April 2021.
Selain Pius Rengka sebagai Ketua, ada sejumlah tokoh penting dalam tim inti di antaranya Imanuel Blegur, Caroline Noge, Hadi Djawas, Clarita R. Lino dan sejumlah aktivis peduli demokrasi lainnya. Pius Rengka menegaskan pula bahwa Komite ini dibentuk atas inisiatif beberapa elemen masyarakat sesudah mencermati aspirasi rakyat NTT. Banyak opini yang meminta agar batasan masa jabatan presiden perlu dikoreksi.
Terkait gagasan referendum ini Pius Rengka mengatakan bahwa, "Gagasan ini lahir diawali setelah tim penggagas mencermati aspirasi sangat kuat dan luas masyarakat NTT untuk mengubah ketentuan pasal konstitusi, yang mengatur tentang periode dan batas masa jabatan presiden Indonesia,"
Lebih lanjut Pius juga menerangkan bahwa, "Koreksi atas batasan masa jabatan itu muncul kian marak menyusul kunjungan beruntun selama 10 kali Presiden Jokowi ke NTT, di masa kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef A. Naesoi,"
Menurut Pius masa jabatan presiden yang dibatasi dua periode menurutnya merupakan kooptasi elite oligarki politik atau semacam pembajakan demokrasi deliberatif.
Kemudian Ketua Komite ini menjelaskan, "Demokrasi deliberatif adalah demokrasi terlibat yang melibatkan semua elemen dalam proses dan evaluasi politik pembangunan. Demokrasi deliberatif tidak hanya mengandalkan lembaga-lembaga politik seperti partai politik, yang dalam cermatan banyak pihak partai politik terkesan telah berubah menjadi instrumen kooptatif dan cenderung manipulatif,"
Sikap serius Komite ini dibuktikan dengan penjelasan Pius, "Kami berencana mengundang Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT hadir dalam acara deklarasi itu, agar negara patut tahu bahwa ada opini luas dari warga negara khususnya warga negara di NTT yang berkehendak agar perihal periodisasi masa jabatan presiden perlu serius dikoreksi,"
Koresksi yang dimaksud oleh Pius adalah tentang pasal di konstitusi yang mengatur dua periode jabatan harus dikoreksi. Menurut Pius kedaulatan rakyat telah dibajak karena dalam sejarahnya mengalami kooptasi. Lalu Pius menegaskan bahwa seharusnya jabatan sangat strategis seperti presiden, konstitusi hanya cukup menentukan lama waktu tiap periode kepemimpinan presiden.
Jalur yang ditempuh untuk melaksanakan koresksi tersebut menurut Pius adalah melalui referendum, yaitu dengan mengembalikan keputusan ke pemilik sah kedaulatan yaitu rakyat.
Terkait referendum tersebut Pius juga mengatakan, "Untuk mengerti apa sesungguhnya gagasan rakyat, harus ditempuh dengan cara mencari dan menemukan opini publik. Opini publik dapat diketahui pasti dan persis melalui referendum karena dengan referendum selain pemulihan hak-hak asasi manusia, tetapi juga referendum adalah wujud konstitusional dari praktik kedaulatan rakyat,"
Kemudian Pius mengutip salah satu pasal UUD 1945 bahwa, "Kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat sesuai ketentuan Pasal 1 (2) Undang-Undang Dasar yang ditentukan pada amandemen konstitusi yang ketiga. Kebenaran ontologis kehendak rakyat itu hanya mungkin ada pada pikiran dan tangan rakyat itu sendiri,"
Adalah menarik pula untuk menyimak pendapat Ida Ismael yang terungkap pada tayangan berikut ini.
Bagaimana respon anda terhadap pendapat Ida Ismael yang telah anda saksikan pada tayangan tersebut?
Komentar