Hot Topic

Ini Respon BPN Soal Lahan PTPN VII Yang Dijadikan Ponpes Oleh Yayasan Terkait Rizieq Shihab

Kasus kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat yang dihadiri oleh Muhammad Rizieq Shihab alias MRS ternyata membuka cerita lain. Ada sebidang lahan milik PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) dikabarkan telah dijadikan sebuah pesantren yang dikenal sebagai Ponpes Agrokultural Markas Syariah, yang berlokasi di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jabar. Pesantren tersebut dibangun sebuah yayasan terkait pimpinan FPI, Rizieq Shihab yang kini masih menjalani masa tahanan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya. 

Menurut situs nasional.okezone.com (23/12/2020) PTPN VII telah melayangkan surat kepada Pesantren tersebut agar mengosongkan lahan milik perusahaan milik negara itu. Pada surat itu disebutkan bahwa lahan yang diduduki Ponpes Agrokultural dengan luas 30,91 Hektar tersebut digunakan Rizieq Shihab digunakan tanpa ijin maupun persetujuan dari PTPN VII selalu pemilik tanah yang merupakan asset negara itu.

Lahan tempat berdirinya Ponpes Agrokultural (indonesiakininews.com)

Untuk itu PTPN memberikan kesempatan terakhir untuk pihak pesantren atau MRS agar menyerahkan lahan dengan tenggat waktu paling lambat tujuh hari. Jika lahan tersebut tidak diserahkan, maka PTPN mengancam untuk melaporkan permasalahan lahan ini ke pihak berwajib.

Menguasai dan menduduki serta menggunakan lahan tanpa ijin dan persetujuan pemilik merupakan tindak pidana dan dikenai pasal tentang pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak. Hal ini diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No. 51 Tahun 1960 dan Pasal 480 KUHP.

Terkait surat dari PTPN tersebut, Aziz Yanuar, Kuasa Hukum FPI mengakui telah menerima surat dari perusahaan milik negara itu. Pada 24 Desember 2020 riapos.jawapos.com melaporkan keterangan yang dinyatakan Aziz bahwa, "Pada tanggal 13 November 2020 IB-HRS telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah, bahwa benar sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII, dalam Undang-Undang Agraria tahun 1960 disebutkan bahwa jika suatu lahan kosong digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap dan masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap tanah tersebut,"

Kemudian  Aziz menambahkan bahwa masuknya Habib Rizieq dan pengurus Yayasan MS-MM untuk mendirikan pondok pesantren tersebut yaitu dengan membayar kepada petani bukan merampas. Para petani itu datang membawa surat yang sudah ditandatangani oleh lurah dan RT setempat.

Menurut situs nasional.okezone.com (24/12/2020) pengurus pesantren siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara. Dengan catatan, ganti rugi semua biaya yang telah dikeluarkan.

Aziz Yanuar yang merupakan kuasa hukum FPI lalu mengataka bahwa, "Pihak pengurus MS-MM siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silahkan ganti rugi uang keluarga dan ummat yang sudah dikeluarkan untuk beli over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan, agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain,"

Terkait hal itu Kementerian ART/BPN merespon tim hukum Markaz Syariah yang mengatakan bahwa mereka membeli lahan Markaz Syariah dari para petani. Respon tersebut dilaporkan oleh news.detik.com (27/12/2020) yang disampaikan oleh Teuku Taufiqulhadi, Juru Bicara BPN, yang mengatakan bahwa, "Tim hukum MRS (Muhammad Rizieq Shihab) mengatakan telah membeli tanah itu pada petani, dan jika itu yang disebut legal standing-nya, maka itulah yang salah,"

Rizieq Shihab dengan rompi oranye ketika akan dibawa ke Rutan Narkoba Polda Metro Jaya, Jakarta (ayosemarang.com)

Juru Bicara BPN tersebut menegaskan petani tidak memiliki hak menjual tanah yang bukan miliknya. Petani yang menjual tanah atau lahan tidak memiliki sertifikat tanah. Lalu Taufiqulhadi menyatakan bahwa, "Petani ini tidak memiliki hak menjual tanah yang bukan miliknya. Petani itu pasti tidak memiliki sertifikat tanah yang menunjukkan hak miliknya,"

Lebih lanjut mantan anggota Komisi III DPR itu menegaskan bahwa petani tidak boleh menjual tanah jika tidak ada fakta kepemilikan. Jika mereka melakukan hal itu, maka pembelian tanah itu dinyatakan tidak sah. 

Taufiqulhadi menerangkan bahwa, "Karena tidak ada fakta kepemilikan, petani ini tidak boleh menjual. Jika ada pihak yang membeli lahan pada petani itu yang tidak sah itu, maka pembeli itu sama dengan tukang tadah barang gelap. Itu bukan pembeli beritikad baik namanya,"

Terkait hal itu Taufiqulhadi menambahkan pula, “Karena pembeli ini sudah tahu, penjualan ini tidak sah karena tidak didukung bukti-bukti kepemilikan,"

Menurut laporan indonesiakininews.com (25/12/2020) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjelaskan bahwa lahan Pondok Pesantren Markaz Syariah milik Habib Rizieq di Megamendung, Bogor, Jabar, masih milik PTPN VIII. Lahan itu tidak bisa dilepas ke masyarakat kecuali sudah ada permohonan dan disetujui pihak BUMN.

Berita lain:

Komentar

Topik Hangat

Sejarah dan Makna Puasa Ramadhan: Menyucikan & dan Meningkatkan Spiritualitas Umat Islam di Seluruh Dunia

Muncul nama Ridwan Kamil & Ahmad Sahroni sebagai Cagub pada Pilkada Jakarta 2024. Bagaimana dengan Kaesang?

Shin Tae Yong Dari Panggung Kecil Wujudkan Impian Penggila Sepak Bola Indonesia

Mengenal Lebih Dekat Kanker Paru-Paru: Gejala, Penyebab, Akibat, dan Cara Pencegahannya

Jenderal Purnawirawan Andika Perkasa: Dari Tentara Hingga Masuk Bursa Pilkada Jawa Tengah

Pilkada DKI Jakarta 2024 Bakal Seru. PDI Perjuangan Calonkan Siapa?

Mengejutkan Rekam Jejak Paus Franciscus: Asal Usul, Pendidikan, dan Perjalanan Menjadi Paus

Dampak Makan Ikan Yang Jarang Diketahui dan Yang Sudah Dipahami

Indonesia Keren