Saatnya Pejabat Yang Tidak Berwenang Kunci Mulut
Apakah sudah waktunya membuat teori dan berwacana untuk relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)? Apalagi jika wacana itu diutarakan oleh pejabat di negeri +62 ini. Lagi pula ada beberapa kota dan kabupaten yang baru saja mulai memberlakukan PSBB.
Sesekali perlukah kunci mulut? (ipethicslaw.com) |
Sebagaimana diketahui Presiden Jokowi tidak setuju ada lock down di Indonesia karena negara ini memang berbeda kondisi geografis, adat dan budayanya. Belum lagi kalau dikaitkan dengan dampak buruk pada pergerakan ekonomi jika ada lock down.
Preside Joko Widodo memilih PSBB yang hanya bisa diakukan di daerah-daerah yang memang sangat penting melakukan PSBB seperti Jakarta dan sekitarnya. PSBB adalah sebuah kebijakan jalan tengah yang diambil pemerintah pusat agar tidak terjadi masalah besar sebagaimana pernah terjadi di India.
Rudi S. Kamri bersama Cilla aktivis Budaya Nusantara pada sebuah event penting pada 2019 (New Inspiration Channel) |
Rudi S. Kamri yang juga kreatif dengan puisi yang baru ditulisnya, berjudul "SYAIR HENING SANG PENJAGA NEGERI", Padahal Rudi lebih dikenal sebagai kritikus politik yang peduli pada masalah sosial di Nusantara, kali ini ada pendapat yang cukup keras terhadap wacana relaksasi PSBB.
Artikel ini sudah saatnya dibaca secara penuh sebagaimana terungkap dari hati Rudi S. Kamri yang mencintai Batik ini, yang bisa kita baca secara utuh pada hari ini.
Wacana Relaksasi PSBB:
Saatnya Pejabat Yang Tidak
Berwenang Kunci Mulut !!!
Oleh:
Rudi S Kamri
Saya tidak bisa membayangkan betapa pusingnya Presiden
Joko Widodo saat ini. Di saat beliau sibuk memimpin perang melawan pandemi
Covid-19 ada saja gangguan dari ulah anak buahnya. Belum selesai tuntas silang
sengkarut masalah pelatihan online Kartu PraKerja, disusul kemudian dengan
gangguan Kementerian Perhubungan membuat aturan izin mudik dalam kondisi
tertentu, padahal sudah terang benderang Presiden melarang mudik lebaran.
Belum selesai dua masalah di atas yang menimbulkan
kegaduhan di masyarakat, ada lagi statement dari Menkopulhukam Mahfud MD yang
mewacanakan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tentu saja
pernyataan nyleneh di luar pakem dari Mahfud MD menuai banyak resistensi dari
berbagai pihak, termasuk dari dalam Istana. Tenaga Ahli Utama KSP Dany Amrul
Ichdan tegas membantah Pemerintah akan melakukan relaksasi PSBB dalam waktu
dekat, mengingat grafik penyebaran Covid-19 belum ada tanda-tanda penurunan.
Dany Amrul Ichdan juga menjelaskan bahwa pejabat negara
yang berwenang mengevaluasi aturan PSBB adalah Menteri Kesehatan berdasarkan
masukan dan pertimbangan dari Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
dan Kepala Daerah. Menjadi pertanyaan besar di masyarakat, bagaimana mungkin
antar pejabat negara terjadi silang sengkarut sebuah kebijakan yang saling
berlawanan? Lalu dalam kapasitas apa Mahfud MD mewacanakan relaksasi PSBB?
Harus diakui nada dan irama orkestrasi kabinet Indonesia
Maju saat ini khususnya dalam penanganan Covid-19 masih belum padu dan solid.
Masih ada beberapa pejabat yang ingin bersuara melengking di luar aransemen
yang sudah baku dibuat oleh sang Conductor yaitu Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi sedang memeriksa kesiapan peralatan medis di RS Darurat Penanganan COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta pada 23 Maret 2020 (indozone.id) |
Seharusnya secara nasional hanya Presiden dan Kepala
Satgas atau juru bicaranya yang bersuara di publik terkait kebijakan dan hal-hal
teknis penanganan penyebaran Covid-19 termasuk dalam hal PSBB. Pejabat lain
seharusnya menahan diri untuk tidak membuat statement yang malah menimbulkan
polemik dan kegaduhan. Mereka seharusnya bekerja keras dalam senyap fokus
mendukung sepenuhnya tugas Kepala Satgas atau menjalankan kebijakan Presiden.
Dalam kondisi dimana aturan PSBB di berbagai daerah masih
sering dilanggar dan banyak masyarakat yang belum disiplin dan koorperatif
untuk memutus penyebaran Covid-19, wacana relaksasi PSBB yang disuarakan Mahfud
MD sangat konyol dan beresiko tinggi. Mungkin saatnya Mahfud MD melakukan
"statement distancing atau media distancing" agar masyarakat dan
aparat di lapangan tidak dibuat bingung.
Ini merupakan PR serius buat Presiden untuk menyelaraskan
suara dan irama dalam orkestrasi Kabinet Indonesia Maju. Anggota kabinet yang
suka tampil solo seperti Mahfud MD atau lainnya yang sering memancing perhatian
menjadi 'spotlite' media harus segera ditertibkan.
Menkopulhukam selayaknya lebih fokus mengatasi teroris di Poso atau gangguan keamanan di Papua. Daripada berbicara tentang ekonomi masyarakat dan bidang kesehatan yang jauh dari tupoksinya.
Paham Pak?
Salam SATU Indonesia
04052020
Ada kejutan untuk Presiden Jokowi
pada tayangan berikut ini:
Ada kejutan untuk Presiden Jokowi
pada tayangan berikut ini:
Komentar