Ada apa dengan Bahar Bin Smith?
Bahar Bin Smith (Sumayt) telah bebas dari kamar sebuah hotel
prodeo di Pondok Ranjeg, Cibinong, Jawa Barat. Dia menikmati pembebasan
bersyarat pada 16 Mei 2020. Keluarnya Bahar dari sel penjara tentu menimbulkan
berbagai perasaan, baik bagi para pendukung maupun mereka yang tidak happy
dengan peristiwa yang terjadi di tengah pandemi global yang diakibatkan oleh
serangan COVID-19 ini.
Apa sebenarnya yang terjadi sehingga Rudi S. Kamri,
pemerhati politik yang peduli pada masalah sosial dan budaya ini akhirnya
menuangkan kegalauannya pada artikel berikut ini. Rudi yang rajin mengenakan batik
dan sebagai Chairman dari RdS Institute yang berkedudukan di Jakarta ini pasti punya
alasan kuat untuk menulis tentang suatu kejadian penting, yang dianggap punya
dampak tertentu bagi Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila yang punya
semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Apakah itu ada kaitannya? Sebaiknya kita simak saja
perasaan resah dan gelisah seorang Rudi S. Kamri, meskipun tidak ada semut
merah beriringan di tembok rumahnya sebagaimana pernah dinyanyikan oleh Obbie
Messakh , di mana Rudi sedang stay at home di Bulan Ramadhan ini. Tentu Rudi S.
Kamri tidak sedang terkenang Kisah Kasih Di Sekolah. Sambil working from home,
yuk baca artikel menarik ini, sejenak saja sambil selonjoran.
Bahar Bin Sumayt Bebas:
Yasonna Menyiapkan Panggung
Kegaduhan Baru
Oleh:
Rudi S Kamri
Saya tidak tahu bagaimana perasaan Menteri Hukum dan Hak
Azasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly melihat video orasi berbusa-busa Bahar
bin Sumayt sesaat setelah dia dibebaskan dari penjara Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Pondok Ranjeg, Cibinong, Jawa Barat, pada Sabtu (16/5/2020). Seperti
biasa anak muda kelahiran Manado, 23 Juli 1985 berteriak-teriak gak karuan
menghujat Pemerintah dan siapapun yang tidak sejalan dengan pemikirannya.
Melalui program pembebasan bersyarat asimilasi yang tidak
selektif, Bahar bin Sumayt bisa menghirup udara bebas. Padahal pria yang
divonis hukuman tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung
pada 13 Juli 2019 seharusnya baru bisa bebas setahun lagi. Dan akibatnya
sekarang panggung orasi penuh provokasi dan hujatan kepada Presiden dan
Pemerintah akan kembali digelar secara gratis oleh Menkumham Yasonna Laoly.
Duuuh...
Tujuan program asimilasi yang bertujuan untuk memutus
rantai penyebaran covid-19 seakan sia-sia belaka. Coba lihat arak-arakan
penyambutan manusia bermulut kasar ini, sama sekali tidak mengindahkan protokol
kesehatan penanganan Covid-19 yang berlaku. Mereka dengan bodohnya dan penuh
kejumawaan seolah mengejek anjuran Pemerintah untuk menjaga jarak dan membuat
kerumunan.
Lalu sebagai masyarakat yang taat dengan semua himbauan
dan kebijakan pemerintah, kita bisa apa melihat fenomena yang memprihatinkan
ini? Menyalahkan Bahar bin Sumayt pasti akan sia-sia, karena dia memang sengaja
dibayar bandarnya untuk membuat kegaduhan dan memprovokasi masyarakat untuk
melawan Pemerintah. Saya justru menyesalkan oknum pejabat pemerintah yang tidak
selektif menerapkan kebijakan program asimilasi pembebasan bersyarat.
Argumentasi Kepala Lapas Pondok Rajeg yang mengatakan
Bahar bin Sumayt bersikap baik selama menjalani hukuman sangat diragukan
kebenarannya. Dan saya terus terang tidak percaya. Saya menduga keras ada
'invisible hand' atau 'invisible money' yang bermain dalam pembebasan manusia
bermulut kotor ini. Seperti buang gas, pasti tidak akan ada bentuknya tapi
baunya kuat menyengat.
Pada saat negara dan masyarakat membutuhkan ketenangan
dan kedamaian dalam menghadapi pandemi virus corona, justru Yasonna Laoly
melepas biang kerusuhan dan kegaduhan ke tengah masyarakat. Bagi saya keputusan
ini tidak masuk akal dan sangat mengusik keadilan masyarakat.
Saya hanya berharap Yasonna Laoly dan siapapun yang
terlibat dalam pembebasan Bahar bin Sumayt ini bertanggungjawab kalau orang ini
kembali berperilaku kasar dan berbuat keonaran. Belum lagi kalau akibat
kerumunan massa pengikut Bahar bin Sumayt itu ternyata terbentuk kluster baru
penyebaran covid-19, kita akan tuntut Yasonna untuk bertanggungjawab.
Jujur saya kasihan dengan Presiden Jokowi. Keseriusan dan
kerja keras beliau dalam menangani penyebaran virus corona ini banyak direcoki
oleh sebagian pembantunya yang tidak becus kerja.
Salam SATU Indonesia
Komentar