Saat Refly Harun Kehilangan Marwah Intelektualitasnya
Saat Refly Harun Kehilangan Marwah Intelektualitasnya
Oleh:
Rudi S Kamri
Dulu saya termasuk salah satu orang yang mengagumi sosok
seorang Refly Harun. Seorang ahli tata negara yang mempunyai pengetahuan yang
luas dan penyampaian narasinya sangat runut dan mudah dimengerti. Dulu dia
salah satu orang yang pendapatnya sering saya kutip sebagai referensi
ketatanegaraan.
Itu dulu. Tapi pada saat Refly Harun ditunjuk Rini
Soemarno menjadi Komisaris Utama (Komut) PT Jasa Marga saya cukup kaget. Karena
menurut saya bisnis jalan tol jauh dari keahlian dan disiplin ilmu seorang
Refly Harun. Dan terbukti selama menjadi Komut Jasa Marga, tidak ada jejak
karya yang bisa menjadi pembeda. Pun pula saat dia dipindahkan menjadi Komut PT
Pelindo I, saya pun sempat terkaget-kaget. Hal ikhwal urusan pelabuhan sudah
pasti jauh di luar kapabilitas seorang Refly Harun. Dan lagi-lagi terbukti,
selama di Pelindo I, karya kerja Refly juga senyap, nyaris tak terdengar.
Saat beberapa waktu lalu Menteri BUMN Erick Thohir
mencopot laki-laki kelahiran Palembang, 26 Januari 1970, dari jabatan Komut PT
Pelindo I, saya sama sekali tidak kaget. Karena menurut saya memang sudah
saatnya dan pantas untuk diganti.
Setelah itu saya berharap Refly Harun bisa legowo dan
kembali ke habitat lamanya sebagai seorang ahli tata negara. Dan kembali
memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang ilmu dan praktik ketatanegaraan
di negeri ini. Tapi harapan tinggal harapan, saya seolah sedang menggantang
asap. Yang saya temui cuitan pertama Refly Harun di akun twitternya begitu
sarkastik dan terlihat dia tidak terima dan tidak legowo dicopot dari
jabatannya.
Secara ekonomi, lengser dari jabatan Komut pasti
berpengaruh signifikan pada penghasilan bulanan dan fasilitas yang diterima.
Dan kelihatannya Refly cukup terpukul dengan hal tersebut. Jejak sebagai
seorang intelektual seolah lenyap digilas hilangnya rupiah. Hmmm
Dan marwah Intelektualitasnya semakin terlihat nyungsep
saat dia mulai nyinyir dengan kualitas nyinyiran sekelas Fadli Zon atau
Natalius Pigai. Tidak berbobot dan terkesan komentar kaleng-kaleng. Dia nyinyir
mentertawakan Presiden tentang istilah mudik dan pulang kampung. Dia juga
mengatakan larangan mudik terkait pencegahan penyebaran covid-19 itu melanggar
Hak Azasi Manusia (HAM). Dan nyinyiran lain yang membuat perut kita mules.
Sakit hati karena dipecat dan kehilangan penghasilan
ratusan juta ternyata bisa mengubah kualitas dan kelas seseorang. Rasa tahu
diri dan instrospeksi diri ternyata bisa lenyap tak berbekas dari seseorang
yang telah kehilangan jabatan.
Itu juga yang saya lihat dari sosok Refly Harun saat ini.
Padahal saat di luar pemerintahan, saya berharap dia bisa menjadi ilmuwan dan
intelektual yang netral dan obyektif yang bisa mengkritisi Pemerintah dengan
pendapat dan masukan yang cerdas dan bernas. Bukan nyinyiran yang tidak
berkelas.
Kalau begini apa bedanya dia dengan Rizal Ramli, Andi
Arief dan Said Didu ? Sayang sekali......
Salam SATU Indonesia
Komentar