OC Kaligis ditahan KPK karena kasus suap. Pintu masuk ungkap mafia peradilan?
Jokowi diapit
Jaksa Agung, Kapolri dan Ketua KPK. Image: beritasatu.com
|
Terkejut atau tidak dengan ditetapkannya OC Kaligis,
pengacara senior oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka
dugaan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera
Utara – barangkali bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus lain di
peradilan atau mafia hukum. Presiden Jokowi pada Hari Bhayangkara ke 69 lalu
telah meminta Polri untuk memberantas mafia kasus. KPK ternyata telah bergerak
lebih cepat untuk mengungkap mafia kasus di PTUN Medan.
Sebagaimana telah diberitakan di berbagai media cetak, TV
dan media online, KPK telah menangkap lima orang dalam operasi tangkap tangan
di Medan, Sumatera Utara, pada Kamis 9 Juli 2015. Kelima orang tersebut telah
ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada keesokan harinya.
Sementara itu salah satu pengacara dari kantor OC Kaligis, yaitu M Yagari
Bhastara alias Geri yang diduga memberi suap telah diinapkan di Rumah Tahanan
KPK; Tripeni ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur Cabang KPK.
Pada operasi tangkap tangan, pada awalnya penyidik KPK
menemukan uang sebesar US$ 5 ribu di ruang kerja Hakim Tripeni. Ketika
diperiksa oleh tim penyidik, Tripeni mengaku masih ada uang lainnya di ruangan
tersebut. Dan memang benar, penyidik pun menemukan uang US$10 ribu dan Sin$ 5
ribu.
Sebelumnya KPK juga telah menyita sejumlah dokumen dari
Ruang Kerja Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho, pada 11 Juli 2015
malam. Hal ini terkait dugaan suap dalam kasus sengketa dana bantuan sosial
(bansos).
Menurut Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja kepada CNN Indonesia
mengatakan, kecil kemungkinan bahwa Gubernur Sumut tidak terlibat dalam upaya
suap persidangan sengketa dana bansos tersebut. KPK pun menangkap tiga hakim
PTUN Medan, seorang panitera, dan seorang pengacara terkait kasus suap gugatan
sengketa korupsi dana bansos.
Salah satu janji Jokowi ketika kampanye Pilpres 2014 adalah
penegakan hukum dan pemberantasan berbagai jenis mafia di Indonesia, tentu
termasuk mafia hukum, mafia peradilan atau mafia kasus yang ada di kalangan
penegak hukum termasuk para pengacara yang menangani kasus di kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan dari tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi
sampai Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, serta di PTUN. Mafia hukum ini
diduga kuat juga melibatkan penegak hukum lain di kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, begitu pula Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, dimana KPK
telah berhasil menangkap Akil Mochtar, ketua MK, dan kini telah menetap di
penjara sebagai nara pidana.
Tentu masih banyak kasus lain yang belum terungkap. Jokowi
tentu menghargai upaya KPK yang telah berhasil mengungkap dugaan kasus suap
yang juga diduga kuat melibatkan OC Kaligis. Jokowi sebagai presiden dan kepala
negara berhak meminta penegak hukum lain di jajaran Polri, Kejaksaan dan hakim
untuk melakukan upaya serupa seperti yang telah dikalukan oleh KPK, baik dalam
kasus terbaru di Medan itu maupun kasus yang telah membawa Akil Mochtar ke
sidang Tipikor dan akhirnya telah menjadi narapidana kasus korupsi terbesar
yang pernah terjadi di Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga yang seharusnya
menjadi benteng terakhir untuk kasus politik seperti Pemilu presiden atau Pilkada
dan kegiatan penegakan konstitusi sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang
Dasar 1945 yang telah diamandemen itu.
Apakah Kapolri baru begitu pula Kejaksaan Agung, Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi bisa membuktikan bahwa lembaga mereka bisa memberantas
mafia kasus atau mafia hukum? Kita nantikan berita lanjutannya.
Komentar
“Isunya terlalu rutin, nggak ada yang menarik, terlalu biasa sudah,” kata Fahri, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (4/8).
Gubernur Sumut Ditahan, Fahri: Capek Nanggepinya..