Jakarta yang masih berstatus sebagai Daerah Khusus Ibukota RI sering dianggap sebagai patokan untuk daerah lain di Indonesia. Kinerja para gubernur DKI dari masa ke masa selalu menjadi berita nasional, apalagi terkait pengendalian banjir, begitu pula di era Anies Baswedan yang menggantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2017.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan mendalam terhadap kinerja Gubernur Anies Baswedan terkait pengendalian banjir melalui peningkatan kapasitas sistem drainase serta optimalisasi resapan penampungan air. Pemeriksaan itu adalah bermula dari 2017 - Semester I - 2020 yang menjadi tanggung jawab Anies Baswedan.
Gedung Badan Pemeriksaan Keuangan di Jakarta (tribunnewswiki.com)
Sebagaimana dilporkan oleh situs berita online CNBC.com (23/6/2021) BPK mengungkapkan pengendalian
banjir di Jakarta tidak terarah dan tidak efektif dalam menangani banjir dan
genangan. Meskipun Pemprov DKI di masa kepemimpinan Anies Baswedan telah memasukkan program pengendalian banjir sebagai salah satu kegiatan strategis lewat Instruksi Gubernur No. 52/2020 tentang Percepatan Peningkatan Sistem Pengendalian Banjir, ternyata BPK justru menemukan sengkarut permasalahan.
Dari temuan tersebut akhirnya diketahui bahwa pengendalian banjir di Jakarta melalui konsep pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara terpadu belum didukung kelembagaan yang
memadai. Hal ini mengakibatkan kerusakan DAS Ciliwung, yang belum dapat ditangani secara
optimal. Gubernur juga belum melaksanakan review dan update data sungai maupun sistem drainase perkotaan. Fakta tersebut mengakibatkan sistem informasi pengendalian banjir belum bisa digunakan untuk simulasi model pengendalian banjir.
Sebagaimana dikutip oleh CNBC.com dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2020 pada 23 Juni 2021, BPK menjelaskan bahwa, "Penanganan banjir di DKI Jakarta masih cenderung
reaktif dan belum mengacu kepada perencanaan yang jelas,"
Dalam laporan itu BPK juga menegaskan, "Akibatnya, pelaksanaan program pengendalian banjir
tidak terarah dan tidak efektif dalam menangani banjir dan genangan di DKI
Jakarta,"
Anies Baswedan, Gubernur Jakarta sedang panen padi di Sumedang, Jawa Barat (sumedangonline.com)
Berdasarkan temuan itu BPK menilai Anies Baswedan beserta jajarannya belum optimal dalam melakukan monitoring dan evaluasi pengendalian banjir melalui
peningkatan kapasitas sungai, kanal, dan waduk. Ini mengakibatkan daya rusak air
sebagai penyebab banjir dan genangan di DKI Jakarta menjadi tidak tertangani
secara optimal.
Dari hasil pemeriksaan tersebut BPK menemukan pula bahwa masih terjadi pelanggaran pemanfaatan sempadan
sungai dan saluran. Selain itu ditemukan juga bahwa belum perencanaan dan pengadaan tanah untuk
penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) belum memadai. Begitu pula pengelolaan
waduk/situ/embung.
Ketika kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 Anies Baswedan pernah mengatakan bahwa untuk menangani banjir di Jakarta akan dilakukan naturalisasi sungai, sedangkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tetap memilih program normalisasi sungai.
Sehubungan dengan hasil temuan tersebut BPP meminta Anies Baswedan supaya memerintahkan Kepala Bappeda agar berkoordinasi dengan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Kepala DCKTRP untuk melakukan evaluasi atau review kapasitas sistem pengelolaan
banjir secara menyeluruh dan komprehensif, meliputi:
- Evaluasi saluran drainase lokal dan kawasan
- Evaluasi desain perluasan penampang sungai
- Evaluasi dan revitalisasi polder dan situ yang ada
- Evaluasi kapasitas tampung saluran drainase utama, seperti
Banjir Kanal Barat (BKB), Banjir Kanal Timur (BKT), Sungai Ciliwung, Sungai
Cisadane, Kali Bekasi, dan lain sebagainya.
Belakangan ini wilayah Jakarta sering hujan yang berpotensi menimbulkan banjir. Karena itu rekomendasi BPK terhadap Anies Baswedan dan jajarannya tersebut menjadi sangat penting untuk ditindaklanjuti.
Komentar