Peluang Ganjar Pranowo Sebagai Capres di Pilpres 2024. Begini Respon Mas Ganjar
Boleh saja menyebut bahwa demokrasi di Amerika Serikat di kampungnya Joe Biden dengan demokrasi di Indonesia. Ada benarnya bahwa presiden di kedua negara ini dipilih melalui sebuah pemilihan umum yang terbuka dengan aturan uniknya masing-masing, baik sesuai tradisi maupun peraturan dan perundang-undangan serta konstitusi yang berlaku di masing-masing negara.
Yang menarik adalah orang Amerika Serikat yang merasa mampu dan punya potensi biasanya berani untuk mencalonkan dirinya sebagai Capres, yang nantinya memang tetap harus mendapat dukungan dari partai, apakah Demokrat atau Partai Republik. Di negeri asal film-film Hollywood ini, calon independen juga dimungkinkan untuk maju sebagai Capres.
Di antara para politisi atau pejabat penting di Indonesia seperti Gubernur atau menteri pasti ada yang punya potensi dan ambisi untuk masuk dalam bursa pemilihan presiden. Namun sampai saat ini nama-nama yang sering disebut oleh publik maupun berbagai lembaga survey, ternyata belum ada yang "berani" untuk mendobrak tradisi untuk mengumumkan dirinya sebagai Capres, lalu meminta dukungan dari partai.
Yang terjadi adalah munculnya gestur tertentu dari tokoh yang merasa dirinya pantas untuk jadi Capres. Dengan "dukungan" tidak langsung oleh media online, media arus utama seperti talk show di televisi dan radio, begitu pula hebohnya media sosial seperti di twitter, facebook dan tentu saja ramainya perbincangan di WhatsUp group termasuk Instagram.
"Sang Calon Presiden" juga sesekali berkomentar atau tampil di media sosial atas nama akunnya sendiri, para penggemar, group WhatsUp, Facebook bahkan sudah terbentuk berbagai komunitas dan relawan.
Apapun kegemparan yang terjadi di berbagai format media kekinian, maka pada akhirnya yang menentukan adalah restu para elite partai yang berujung pada deklrasi resmi partai yang bersedia mengusung sang calon itu. Yang terbaik adalah jika dukungan partai itu juga didasarkan pada popularitas tokoh tersebut.
Popularitas itu bisa didasarkan pada elektabilitas yang disaring melalui survey dan suara rakyat yang muncul dalam berbagai format termasuk komunitas, relawan dan dukungan online di media sosial.
Beberapa nama yang sering muncul di media sosial adalah Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Erick Thohir, Prabowo Subianto, Puan Maharani, juga AHY dan Moeldoko yang sempat ramai diperbincangkan. Yang lumayan menarik tentu saja Ganjar Pranowo, yang dua kali menang di Pilkada Jateng dan juga dua kali pernah menjadi anggota DPR RI.
Apakah Ganjar Pranowo masih berpeluang atau sudah tertutup pintu karirnya di PDI Perjuangan yang merupakan rumah politik Mas Ganjar ini?
Terkait peluang tersebut, ada laporan menarik di merdeka.com (15/6/2021), ternyata Ganjar Pranowo enggan berkomentar padahal ada juga selentingan bahwa ada partai politik lain yang tertarik menyambut Mas Ganjar yang rajin berbusana adat Jawa dan gowes ketika blusukan ini dengan karpet merah, sebagai Capres 2024.
Ganjar Pranowo saat ini lebih
memilih berpikir tentang penanganan Covid-19 di Jawa Tengah. Namun ada kelakar yang menggelitik dari kader PDI Perjuangan ini, bahwa Ganjar Pranowo siap pindah, tetapi bukan dari PDIP melainkan pindah dari kota ke kota lainnya di seputaran Jawa Tengah, bukan provinsi lain.
Maksud Ganjar Pranowo adalah dia sedang serius menangani pencegahan meluasnya penularan Covid-19 di Jawa Tengah agar berjalan dengan benar. Kepada merdeka.com yang menghubungi Ganjar Pranowo pada Selasa 15 Juni 2021, Ganjar mengatakan bahwa, “Saya pindah dari Kudus, Jepara ke Pati untuk cek kapasitas RS, tempat isolasi dan memberi dukungan kepada Pemda dan pasien,”
Ketika nama Ganjar disandingkan dengan Sandiaga Uno, yang kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata ini untuk maju pemilu sebagai pasangan Capres 2024, Ganjar juga enggan berkomentar. Ganjar merespon hal itu dengan menegaskan bahwa, "Saya lagi konsentrasi urus Covid,"
Meskipun elektabilitas Ganjar Pranowo tinggi, sehingga ada potensi besar sebagai Capres 2024, meskipun tanpa didukung PDI Perjuangan. Hal ini diungkap Aisah Putri Budiarti, seorang Pengamat Politik LIPI mengatakan bahwa peluang tersebut terbuka lebar, terutama karena partai politik memiliki krisis "stok" calon untuk pilpres dari kalangan internal.
Kemudian Aisah Putri Budiarti juga menjelaskan bahwa, "Jika Ganjar, berbasis survei, memiliki elektabilitas yang tinggi dan konsisten demikian, maka ia berkemungkinan menjadi calon dalam pilpres baik itu diusung PDIP, ataupun jika ternyata PDIP tak mencalonkannya, maka diusung partai lain,"
Namun ada suatu persoalan, kepada merdeka.com peneliti LIPI ini menyatakan bahwa kalau menilik pengalaman partai dalam pilpres sebelumnya, maka Ganjar punya potensi. Dengan latar belakangnya sebagai Jawa-Muslim dan track-record di politik lokal dan nasional bisa dianggap oleh partai sebagai sosok dengan kriteria yang cocok dan berpeluang menang di dalam pilpres.
Yang mengejutkan adalah ketika Aisah mengatakan bahwa, "Kedua hal itu memungkinkan Ganjar dicalonkan dalam Pilpres 2024 ke depan, baik oleh PDIP ataupun tidak,"
Berbeda dengan analisis Aisah, Ujang Komarudin, seorang pengamat politik terkemuka menilai bahwa ide pasangan Ganjar Sandiaga Uno sulit diwujudkan. Menurut Ujang Komarudin, baik Ganjar Pranowo maupun Sandiaga terganjal oleh restu partai.
Lebih lanjut Ujang menjelaskan alasannya, Ganjar Pranowo yang sering blusukan seperti Presiden Jokowi ini terhalang di internal PDIP karena ada faktor Puan Maharani, sedangkan Sandiaga Uno sulit untuk maju karena ada Prabowo Subianto. Jika Prabowo benar-benar maju pada Pilpres mendatang, tidak mungkin Partai Gerindra mengajukan dua calon.
Lalu Ujang menerangkan bahwa, "(Ganjar-Sandiaga) Agak sulit berpasangan. Karena keduanya tak punya partai. Ganjar terhalang PDIP. Dan Sandiaga terhalang Gerindra. Karena di PDIP ada Puan. Di Gerindra ada Prabowo,"
Meskipun begitu, dalam perbincangan para pengamat sering dikatakan bahwa dunia politik itu dinamis dan politik itu cair, sehingga selalu ada kemungkinan hal-hal mengejutkan atau setengah mengejutkan yang akan terjadi.
Karena itu Ujang Komarudin menjelaskan kepada merdeka.com bahwa, hal itu tergantung juga dari elektabilitas keduanya. Jika keduanya memiliki elektabilitas yang tinggi mengalahkan kandidat lain, bisa saja ada partai yang meminangnya.
Mungkin para relawan Ganjar Pranowo atau komunitas yang mengidolakan Ganjar, begitu pula berbagai relawan yang mencalonkan Erick Thohir, Ahok, Moeldoko, AHY, Ridwan Kamil, Puan Maharani harus bersabar dan punya semangat tinggi agar elektabilitas para calon idaman mereka bisa melonjak naik menjelang Pilpres 2024, tentu dibarengi dengan prestasi dan track record yang mumpuni, sehingga pantas untuk menjadi penerus Presiden Jokowi.
Atau hal mustahil yang mungkin terjadi sebagaimana dianilisis oleh Baron Danardono Wibowo, seorang Indonesian Political Observer:
Bagaimana analisis anda?
Komentar