Hujan deras di Jakarta. Naturalisasi sungai Anies Baswedan sedang diuji
Menurut peringatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia (BMKG), bulan Februari sampai Maret 2021 merupakan masa terjadinya hujan deras di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jakarta. Sejak senja hari Senin ini (8/2/2021) sampai pukul 19.25 WIB banyak area di Ibu Kota RI ini diguyur hujan deras yang berpotensi menyebabkan banjir. Bagaimana hasil program naturalisasi sungai di Jakarta?
Hujan deras sebenarnya sudah terjadi sejak Minggu malam (7/2/2021) sampai Senin pagi, yang telah membuat beberapa wilayah Jakarta kebanjiran. Menurut laporan megapolitan.kompas.com (8/2/2020) di Pademangan Barat, Jakarta Utara, hingga kawasan Jagakarsa di Jakarta Selatan ketinggian air bervariasi, mulai dari 5 sentimeter hingga 30 sentimeter. Puluhan kepala keluarga terpaksa mengungsi akibat rumah mereka terendam banjir. Lalu lintas di sejumlah ruas jalan pun terpantau tersendat akibat genangan tersebut.
Sementara itu metro.tempo.co (8/2/2021) mengutip laporan Badan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta bahwa ada 150 RT di 42 RW tergenang banjir pada Senin, 8 Januari 2021. Plt Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto melalui keterangan tertulisnya menyatakan bahwa, "Persentase RT terdampak ini sebesar 0,492 persen dari total RT di Jakarta sebanyak 30.470 RT,"
Ada empat Kecamatan dan tujuh Kelurahan, 17 RW dan 38 RT di wilayah Jakarta Selatanyang terendam banjir dengan ketinggian 40 - 190 cm. Adapun jumlah pengungsi banjir sebanyak 30 KK dengan total 304 jiwa.
Situs metro.tempo.co pada hari yang sama juga melaporkan situasi terkini di Jakarta Timur bahwa ada 25 RW dan 112 RT dengan ketinggian 40 - 275 cm. Adapun jumlah pengungsi sebanyak 193 KK dengan total 725 jiwa. Sebanyak 14 lokasi pengungsian banjir Jakarta telah digunakan.
Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan luapan Kali Sunter dan Kali Ciliwung. Jadi, warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai itu terdampak luapan tersebut.
Berbeda dengan gempa bumi yang belum bisa diprediksi kapan akan datang, maka dengan teknologi terkini cuaca atau curah hujan, bahkan badai serta angin puting beliung sudah bisa diperkirakan akan ada di mana serta kapan diperkirakan akan terjadi.
Pemerintah daerah Jakarta bisa mengandalkan laporan BMKG untuk mengambil kebijakan untuk menata wilayah terkait bencana banjir seperti melakukan normalisi aliran sungai Ciliwung dan kali lainnya.
Anies Baswedan tidak mau menggunakan program normalisasi sungai yang sudah dilakukan oleh para gubernur DKI sebelumnya, maupun para kepala daerah di kota lain. Anies memilih untuk mengganti normalisasi dengan program atau istilah naturalisasi sungai, meskipun menurut para ahli naturalisasi lebih cocok dilakukan di aliran sungai yang jumlah penghuni di sekitar sungai hanya sedikit seperti beberapa daerah lain.
Sedangkan kondisi Jakarta sangat berbeda. Bukan hanya padat penduduk, juga tidak ada lahan berupa tanah yang lebih luas yang tanpa bangunan liar seperti di Kalimantan, Sumatera atau Papua.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sudah pernah mengingatkan Anies tentang pembebasan lahan untuk proyek naturalisasi sungai dan kali yang melintas di Jakarta. Namun Anies punya pendapat berbeda dengan Menteri Basuki.
Kini program naturalisasi yang digagas Anies Baswedan sedang diuji oleh hujan deras yang turun dari langit, maupun air yang datang dari Bendungan Katulampa, Bogor. Apakah Anies akan bertahan dengan naturalisasi sungai seperti halnya ketika mengganti istilah Rumah Susun dengan Rumah Lapis?
Banjir di era apapun adalah pengalaman tidak nyaman untuk siapa pun, apalagi di era pandemi global yang diakibatkan oleh Covid-19 atau virus Corona ini. Warga yang dievakuasi dari lokasi banjir ke tempat pengungsian akan menghadapi situasi yang tidak kondusif karena berpeluang terjadinya kerumunan.
Baca pula:
Tri Rismaharini blusukan di Semarang. Ada apa?
Komentar