Kegaduhan setelah Presiden Jokowi luncurkan Perppu untuk mengatasi dampak Covid-19
Kritik tajam adalah sangat sah di negara demokratis, bukan hanya di Amerika Serikat, yang dianggap embahnya demokrasi itu, atau Inggris dan negara-negara maju lainnya, juga di Indonesia. Presiden dan Perdana Menteri adalah sah untuk dikritisi, begitu pula Presiden Jokowi bebas untuk dikritik oleh siapapun, baik oleh anggota Parlemen, para pengamat, warganet yang sangat akrab dengan cuitan di media sosial, maupun para tokoh masyarakat.
Rudi S. Kamri yang dikenal dekat dengan Presiden Jokowi juga sering memberikan kritik terhadap Presiden yang pernah menjadi Gubernur Jakarta bersama Ahok ini. Namun ada rasa jengkel di hati Rudi yang berkaca mata ini.
Amien Rais dipeluk Ratna Sarumpaet pada sidang di meja hijau yang mengungkap hoax tentang penganiayaan yang ternyata operasi pelastik itu. (mediaindonesia.com) |
Kenapa Rudi sang penulis top di media sosial, yang sering menjadi nara sumber di berbagai seminar penting bernuansa politik dan sosial serta ekonomi ini merasa gundah gulana dengan kritik beberapa tokoh tua terkenal yang ada di negeri ini?
Rudi S. Kamri sebagai moderator pada sebuah seminar ekonomi ketika Susi Pudjiastuti tampil sebagai nara sumber, setelah Pilpres 2019 (New Inspiration Channel) |
Ayo kita cermati ada masalah apa, dan siapa yang dimaksud oleh Rudi S. Kamri yang juga sering tampil pada acara kebudayaan ini.
Kelompok Manusia Tua Pembuat Gaduh Negara
Oleh:
Rudi S Kamri
Setuju 100% kah saya dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan
dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19? Jawabnya:
tidak sepenuhnya setuju. Ada beberapa pasal yang menurut saya kurang pas. Saya
berharap nanti pada saat dibahas di DPR, ada perbaikan dari anggota DPR untuk
menyempurnakan Perppu tersebut untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU).
Kalaupun saya ada usulan dan masukan, pasti akan saya
sampaikan langsung ke DPR. Ini jalur dan langkah yang tepat dan bijak. Bukan
langsung menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Pertimbangannya selain Perppu
tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena harus dibahas dan
disetujui terlebih dahulu oleh DPR RI untuk menjadi UU, yang paling penting di
tengah situasi krisis pandemi Covid-19 ini, janganlah kita berbuat sesuatu yang
bisa menimbulkan kegaduhan.
Namun pikiran elegan dan bijaksana ini ternyata tidak
dimiliki oleh beberapa tokoh tua seperti Amien Rais, Din Syamsudin, Sri Edi
Swasono, MS Kaban, Marwan Batubara dan Abdullah Hehamahua, dll. Mereka tanpa
punya rasa kepedulian dan empati dengan kondisi negeri yang sedang darurat
menangani penyebaran virus corona, serta merta melakukan uji materi Perppu
Nomor 1 Tahun 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kalau saja mereka memang mempunyai tujuan baik untuk
negeri ini, mengapa tidak mereka salurkan masukan atau ketidaksetujuan terhadap
beberapa pasal dalam Perppu tersebut melalui DPR RI ?
Mengapa harus ke MK? Niat
baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula, bukan? Menurut saya mereka
sejatinya tidak punya niat baik. Mereka hanya ingin mengganggu kerja Pemerintah
dan membuat gaduh.
Apakah tidak boleh warga negara mengajukan uji materi ke
MK? Boleh- boleh saja. Tapi dalam situasi darurat pandemi Covid-19 yang telah
memakan ratusan jiwa meninggal, ribuan orang yang masih dirawat serta jutaan
orang terdampak secara sosial ekonomi, jawaban tepatnya adalah pantas atau
tidak pantas. Bagi saya apa yang mereka lakukan sangat tidak pantas dan tidak
pada tempatnya.
Kalau dilihat lebih jeli sosok mereka yang mengajukan uji
materi ke MK tersebut hampir 100% orang-orang yang anti dengan Jokowi sejak
dahulu kala. Dari rekam jejak digital dengan terang benderang dapat dikatakan
mereka selalu mengambil sikap berbeda dan menyerang kebijakan apapun yang
diambil oleh Pemerintah dan Presiden Jokowi.
Sebetulnya bukan hal tabu untuk menjadi oposisi di negeri
ini. Karena selain merupakan keniscayaan dalam proses demokrasi, oposisi juga
diperlukan untuk 'check n balances' bagi Pemerintah. Tapi membuat gaduh di saat
negeri sedang susah dan dalam situasi kedukaan, menurut saya merupakan tindakan
yang sangat tidak bijaksana dan sangat memalukan.
Hilang sudah aura kenegarawanan mereka di mata rakyat.
Mereka sudah mati nurani dan rasa kemanusiaannya. Alih-alih bahu membahu
bersama seluruh komponen bangsa untuk mengatasi serangan virus corona dan
dampak sosial ekonomi yang terjadi, mereka justru membuat gaduh dan
memperkeruh.
Tapi saya sangat yakin kebenaran akan menemukan jalannya
sendiri. Waktu akan mengabarkan kepada kita siapa yang punya niat baik untuk
menolong rakyat dan siapa orang yang cari panggung dengan memanfaatkan situasi.
Terakhir, pertanyaan kecil buat para tokoh tua pembuat
gaduh itu, sudahkah mereka menyumbang dana untuk membantu tenaga kesehatan atau
masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19? Maaf saya belum mendengar berita
itu. Sama sekali
Salam SATU Indonesia
20042020
#BersatuMelawanCovid19
#JanganMembuatGaduhNegeriIni
Sambil menantikan artikel Rudi S. Kamri, barangkali supaya tetap waras, dan gembira, karena perasaan ceria akan menambah imunitas tubuh kita, barangkali ada baiknya bernyanyi dan bergoyang, yang pasti juga bermanfaat untuk membuat otot-otot relax, apalagi setelah begitu lama stay at home atau working from home.
Yuk nyanyi bareng sambil menikmati secangkir kopi dengan singkong rebus.
Komentar