Fenomena Kerajaan Palsu. Ada apa ya?
Reaksi masyarakat pada ajakan masuk sebuah ORMAS pasti berbeda-beda, ada yang hanya menjadi simpatisan, ada juga yang jadi anggota, entah akan aktif atau akhirnya sangat bersemangat. Hal yang sama terjadi pada ajakan untuk masuk sebagai anggota "Kerajaan" baru, yang sudah pasti fiktif.
Ada yang akhirnya terpesona dengan kejayaan masa lalu, dan itu sah-sah saja karena ada banyak hal yang patut dikagumi di Nusantara dari masa ke masa. Keberagaman budaya, bahasa dan adat istiadat yang terkodifikasi di berbagai kerajaan atau kesultanan di berbagai daerah, yang kini kita kenal sebagai Indonesia.
Kekaguman sebagian orang untuk "tunduk" pada tokoh baru yang mengaku sebagai raja, ratu atau pemimpin yang membawa-bawa keagungan masa lalu dari sebuah dinasti (kerajaan) atau seorang pemimpin yang pernah jaya di masanya memang membuat kita prihatin, tertawa, sedih atau mungkin menganggap mereka gila.
Ada banyak faktor yang membuat seseorang menjadi pengikut "King of the King" atau sultan palsu dan gelar lainnya. Mungkin ada kebutuhan psikologis yang akhirnya bisa terpenuhi. Alasan ekonomi pun bisa menjadi penyebab. Jika mau menundukkan diri pada kepalsuan yang dibungkus dengan seragam megah, yang diperoleh dari iuran para anggotanya itu, maka ada sebagian dari mereka bisa makan minum gratis, bahkan numpang tidur di "istana" raja palsu itu.
Ada yang jadi tukang parkir di Istana dengan seragam "kerajaan". Wow.
Jika aparat hukum (polisi) tidak bertindak, maka kelompok kecil di lingkaran istana tersebut akan menikmati keistimewaan seperti penghormatan, dan ujungnya adalah fulus alias duit untuk membiayai kemewahan. Dana mereka peroleh dari para anggota yang juga menikmati situasi baru seperti gelar bangsawan, punya pengikut yang akan menyembah mereka layaknya para bangsawan.
Ujung dari kerajaan palsu di masa depan adalah akan mendekat atau didekati oleh elite politik resmi, juga untuk kepentingan politik seperti halnya hubungan saling membutuhkan yang sudah terjadi di antara elite politik dengan ORMAS.
Tujuan lainnya dari didirikannya istana dan kerajaan palsu dengan segala pernak-perniknya itu adalah kebanggaan politik, harta dan tahta. Aksi mereka untuk memanfaatkan keluguan warga masyarakat akan terus berlanjut. Hal ini tidak baik untuk Indonesia di era digital ini.
Kenikmatan menjadi orang yang disembah oleh para pengikut memang bikin mabuk kepayang. Untunglah aparat kepolisian dan pemerintah cepat bertindak, tidak membiarkan itu berlanjut. Para pelaku utama memang harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Sementara itu para pengikut yang umumnya lugu itu sudah seharusnya diberikan pembinaan, bahwa kini mereka hidup di wilayah NKRI bukan negeri di atas awan.
Sambil menunggu proses yang tengah berjalan terhadap para elite kerajaan palsu ini, barangkali perasaan warga terhadap fenomena kerajaan palsu ini menarik untuk disaksikan pada tayangan di bawah ini.
Apa respons anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Ada yang akhirnya terpesona dengan kejayaan masa lalu, dan itu sah-sah saja karena ada banyak hal yang patut dikagumi di Nusantara dari masa ke masa. Keberagaman budaya, bahasa dan adat istiadat yang terkodifikasi di berbagai kerajaan atau kesultanan di berbagai daerah, yang kini kita kenal sebagai Indonesia.
Bagaikan di sinetron. (wowkeren.com) |
Kekaguman sebagian orang untuk "tunduk" pada tokoh baru yang mengaku sebagai raja, ratu atau pemimpin yang membawa-bawa keagungan masa lalu dari sebuah dinasti (kerajaan) atau seorang pemimpin yang pernah jaya di masanya memang membuat kita prihatin, tertawa, sedih atau mungkin menganggap mereka gila.
Ada banyak faktor yang membuat seseorang menjadi pengikut "King of the King" atau sultan palsu dan gelar lainnya. Mungkin ada kebutuhan psikologis yang akhirnya bisa terpenuhi. Alasan ekonomi pun bisa menjadi penyebab. Jika mau menundukkan diri pada kepalsuan yang dibungkus dengan seragam megah, yang diperoleh dari iuran para anggotanya itu, maka ada sebagian dari mereka bisa makan minum gratis, bahkan numpang tidur di "istana" raja palsu itu.
King of the king dengan aneka pusaka pemikat (medan.tribunnews.com) |
Ada yang jadi tukang parkir di Istana dengan seragam "kerajaan". Wow.
Jika aparat hukum (polisi) tidak bertindak, maka kelompok kecil di lingkaran istana tersebut akan menikmati keistimewaan seperti penghormatan, dan ujungnya adalah fulus alias duit untuk membiayai kemewahan. Dana mereka peroleh dari para anggota yang juga menikmati situasi baru seperti gelar bangsawan, punya pengikut yang akan menyembah mereka layaknya para bangsawan.
Ujung dari kerajaan palsu di masa depan adalah akan mendekat atau didekati oleh elite politik resmi, juga untuk kepentingan politik seperti halnya hubungan saling membutuhkan yang sudah terjadi di antara elite politik dengan ORMAS.
Seragam "Sunda Empire" dengan baret mirip tentara United Nations. Mereka bangga mengenakan seragam ini. (porostimur.com) |
Tujuan lainnya dari didirikannya istana dan kerajaan palsu dengan segala pernak-perniknya itu adalah kebanggaan politik, harta dan tahta. Aksi mereka untuk memanfaatkan keluguan warga masyarakat akan terus berlanjut. Hal ini tidak baik untuk Indonesia di era digital ini.
Kenikmatan menjadi orang yang disembah oleh para pengikut memang bikin mabuk kepayang. Untunglah aparat kepolisian dan pemerintah cepat bertindak, tidak membiarkan itu berlanjut. Para pelaku utama memang harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Sementara itu para pengikut yang umumnya lugu itu sudah seharusnya diberikan pembinaan, bahwa kini mereka hidup di wilayah NKRI bukan negeri di atas awan.
Sambil menunggu proses yang tengah berjalan terhadap para elite kerajaan palsu ini, barangkali perasaan warga terhadap fenomena kerajaan palsu ini menarik untuk disaksikan pada tayangan di bawah ini.
Apa respons anda setelah menyaksikan tayangan tersebut?
Komentar