Ketika menteri desa tertingal ketinggalan pesawat
Revolusi mental yang dikumandangkan Jokowi rupanya belum meresap di hati seorang menteri. Salah satu inti revolusi mental adalah tentang disiplin pada waktu, alias tidak ada lagi jam karet. Menteri Pembangunan Desa dan Daerah Tertinggal Marwan Jafar membuat Garuda menunggu sampai waktu boarding, namun sang menteri tidak muncul, sehingga akhirnya Garuda pun terbang karena para penumpang lainnya semua sudah duduk di pesawat BUMN itu.
Rupanya Marwan Jafar sudah lupa bahwa bukan jamannya lagi seorang menteri atau seorang pejabat atau anggota DPR "harus ditunggu" oleh pilot dan para penumpang lainnya kalau "beliau-beliau ini" belum tiba di bandara. Di era orde baru peristiwa semacam ini pasti dianggap biasa dan harus dimaklumi bila pilot terpaksa harus menunda keberangkatan bila ada orang penting yang digaji dari pajak rakyat ini, dan menunggunya bersama penumpang lain yang telah membayar tiket pesawat terbang ini.
Ditinggal oleh Garuda Indonesia, Menteri yang mengurus desa tertinggal ini bukannya menyesal telah membuat orang menunggu, malah marah-marah kepada Garuda. Seharusnya Marwan Jafar bisa menghargai sikap Garuda yang mendahulukan kepentingan umum, dan lebih dari itu Garuda sudah mencoba untuk tidak melakukan "delay" hanya demi seorang menteri.
Tidak apalah seorang menteri yang terlambat datang ke bandara ini akhirnya ketinggalan kereta. Maskapai penerbangan lain seharusnya juga berbuat yang sama, tidak harus mengistimewakan para pejabat atau anggota parlemen yang telambat tiba di bandara. Kepentingan puluhan atau seratus lebih penumpang lainnya juga ingin tiba tepat waktu sampai di tujuan karena mereka juga punya kepentingan pribadi yang mendesak atau kepentingan bisnis yang harus dilakukan.
Di era digital yang serba cepat ini tidak seharusnya pejabat negara masih merasa sebagai seorang "bangsawan" yang harus diistimewakan namun mengorbankan kepentingan lain. Jika ada pilot pesawat terbang yang lebih mengutamakan tepat waktu untuk menerbangkan pesawat yang menjadi tanggung jawabnya, seharusnya mendapat penghargaan. Lagi pula Garuda adalah lambang Indonesia di udara. Apa kata dunia jika ternyata di dalam pesawat adalah para wisatawan yang akan menambah devisa untuk negeri ini.
Para pejabat di negeri ini, begitu pula para menteri seharusnya menjaga nama presiden yang telah mengangkatnya sebagai menteri, dan memberi contoh betapa pentingnya untuk bisa tepat waktu dan disiplin dalam menjalankan tugas. Jika ada orang penting membuat orang lain menunggu, maka tidak pantas mereka dianggap sebagai orang penting atau VVIP. Orang penting adalah orang yang bisa memberi contoh terbaik yang bisa mereka lakukan, bukan membuat orang banyak menjadi kesal dan dirugikan.
Selamat untuk pilot Garuda GA204 CGK-JOG yang telah "berani" menerbangkan pesawatnya demi kepentingan orang banyak, yaitu para penumpang yang telah membayar tiket dengan sah. Semoga teladan pilot dan awak pesawat Garuda ini bisa dijadikan contoh dari revolusi mental yang dijadikan slogan penting di era kabinet kerja Presiden Jokowi JK.
Rupanya Marwan Jafar sudah lupa bahwa bukan jamannya lagi seorang menteri atau seorang pejabat atau anggota DPR "harus ditunggu" oleh pilot dan para penumpang lainnya kalau "beliau-beliau ini" belum tiba di bandara. Di era orde baru peristiwa semacam ini pasti dianggap biasa dan harus dimaklumi bila pilot terpaksa harus menunda keberangkatan bila ada orang penting yang digaji dari pajak rakyat ini, dan menunggunya bersama penumpang lain yang telah membayar tiket pesawat terbang ini.
Menteri Marwan Jafar. Image: beritagar.id |
Ditinggal oleh Garuda Indonesia, Menteri yang mengurus desa tertinggal ini bukannya menyesal telah membuat orang menunggu, malah marah-marah kepada Garuda. Seharusnya Marwan Jafar bisa menghargai sikap Garuda yang mendahulukan kepentingan umum, dan lebih dari itu Garuda sudah mencoba untuk tidak melakukan "delay" hanya demi seorang menteri.
Tidak apalah seorang menteri yang terlambat datang ke bandara ini akhirnya ketinggalan kereta. Maskapai penerbangan lain seharusnya juga berbuat yang sama, tidak harus mengistimewakan para pejabat atau anggota parlemen yang telambat tiba di bandara. Kepentingan puluhan atau seratus lebih penumpang lainnya juga ingin tiba tepat waktu sampai di tujuan karena mereka juga punya kepentingan pribadi yang mendesak atau kepentingan bisnis yang harus dilakukan.
Di era digital yang serba cepat ini tidak seharusnya pejabat negara masih merasa sebagai seorang "bangsawan" yang harus diistimewakan namun mengorbankan kepentingan lain. Jika ada pilot pesawat terbang yang lebih mengutamakan tepat waktu untuk menerbangkan pesawat yang menjadi tanggung jawabnya, seharusnya mendapat penghargaan. Lagi pula Garuda adalah lambang Indonesia di udara. Apa kata dunia jika ternyata di dalam pesawat adalah para wisatawan yang akan menambah devisa untuk negeri ini.
Para pejabat di negeri ini, begitu pula para menteri seharusnya menjaga nama presiden yang telah mengangkatnya sebagai menteri, dan memberi contoh betapa pentingnya untuk bisa tepat waktu dan disiplin dalam menjalankan tugas. Jika ada orang penting membuat orang lain menunggu, maka tidak pantas mereka dianggap sebagai orang penting atau VVIP. Orang penting adalah orang yang bisa memberi contoh terbaik yang bisa mereka lakukan, bukan membuat orang banyak menjadi kesal dan dirugikan.
Garuda Indonesia. Image: youtube.com |
Selamat untuk pilot Garuda GA204 CGK-JOG yang telah "berani" menerbangkan pesawatnya demi kepentingan orang banyak, yaitu para penumpang yang telah membayar tiket dengan sah. Semoga teladan pilot dan awak pesawat Garuda ini bisa dijadikan contoh dari revolusi mental yang dijadikan slogan penting di era kabinet kerja Presiden Jokowi JK.
Barangkali nama
kementrian Pembangunan Desa dan Daerah Tertinggal harus diganti oleh Presiden
Jokowi diganti menjadi Kementrian Pembangunan Desa dan Kemajuan Daerah, dan tidak ada menteri yang ketinggalan pesawat terbang lagi.
Dan siapapun yang orang menjabat kementerian ini selalu ingat untuk lebih
disipilin dan memberi contoh tentang pentingnya untuk menghargai waktu. Lagi
pula, Jokowi telah memberi nama kabinetnya sebagai kabinet kerja, yaitu bekerja
untuk kemajuan bangsa dan negara dengan semangat revolusi mental. Inilah
saatnya Indonesia bisa membuktikan bisa lebih maju daripada lima tahun lalu.
Komentar