Memilih kepala daerah pada Pilkada Serentak di tengah suasana sidang MKD
Dalam beberapa hari lalu sampai hari ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pemutaran rekaman pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT. Freeport yang sangat mencengangkan, dimana Setya Novanto pada pertemuan itu didampingi pula oleh seorang pengusaha terkenal di bidang perminyakan, Mohammad Reza Chalid. Apakah isi pembicaraan pada rekaman itu akan mempengaruhi pikiran rakyat Indonesia pada Pilkada Serentak yang pertama pada 9 Desember 2015 ini?
Pertemuan tersebut dipandang tidak patut dari sisi etika politik karena seorang Ketua DPR tidak seharusnya melakukan negosiasi bisnis atau diplomasi bisnis dengan seorang petinggi perusahaan yang sedang masih dalam tahap negosiasi dengan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui, Setya Novanto adalah tokoh penting dari Partai Golkar, lagi pula dia menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Setya Novanto. Image: m.tribunnews.com |
Apakah rakyat di berbagai daerah akan terpengaruh dengan sidang MKD yang telah berlangsung dua kali itu, dan pada hari Senin, 7 Desember 2015, Setya Novanto konon sudah siap menghadiri sidang MKD dengan inti kasus Setya Novanto diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kala alias JK. Yang menjadi pertanyaan apakah sidang akan terbuka atau tertutup?
Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir. Image: jabar.tribunnews.com |
Terlepas dari jalannya sidang MKD dan keputusan yang akan diambil, apakah Setya Novanto akan dinyatakan bersalah lalu diberikan sanksi (ringan, sedang atau berat), yang barangkali akan berujung pada pemberhentian Setya Novanto sebagai ketua DPR RI, maka para pemilih pada Pilkada Serentak sebenarnya bisa mengambil hikmah dari sidang ini, yaitu untuk menentukan pilihan siapa calon walikota, calon bupati atau calon gubernur yang akan dipilih pada 9 Desember 2015 ini.
Para pemilih bisa menentukan pilihan pada kriteria sebagai berikut:
1. Mengingat kembali ketika MKD rapat untuk menentukan sidang terbuka atau tertutup. Masyarakat bisa mengetahui dari partai mana saja yang ngotot untuk melakukan sidang secara tertutup.
2. Mengingat kembali, wakil dari partai mana saja dari para hakim MKD yang lebih memilih sidang MKD supaya tidak dilanjutkan.
3. Masyarakat calon pemilih juga bisa dengan nyata melihat bagaimana cara para hakim MKD bertanya dan memahami isi pertanyaan mereka, apakah bertanya berdasarkan substansi atau materi pokok kasus tentang pelanggaran etika yang diduga kuat dilakukan oleh Ketua DPR.
4. Mengingat kembali isi rekaman yang telah diputar resmi pada sidang MKD.
5. Para pemilih juga bisa memilah-milah pendapat para ahli dan pendapat para pengamat politik, sosial dan pengamat hukum tentang pelanggaran etika yang telah dilakukan sebagaimana terdengar pada rekaman yang disidangkan pada sidang MKD.
Ketika rekaman "Papa Minta Saham" ini menjadi heboh di tengah masyarakat, baik di media televisi, surat kabar, majalah dan tentu saja di berbagai media sosial seperti facebook dan khususnya di Twitter, maka masyarakat telah mendapat pelajaran penting tentang permainan politik bisa mengarah pada permukatan jahat seperti korupsi. Kejaksaan Agung juga telah mengambil langkah hukum untuk menyelidiki kasus yang sedang heboh ini. Polri dan KPK juga mengikuti perjalanan sidang MKD ini dengan serius.
Yang sangat disayangkan, kenapa Setya Novanto tidak segera mengundurkan diri dari jabatannya, malahan terus bertahan. Barangkali karena teman-temannya seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah sangat getol membela Setya Novanto. Koalisi Merah Putih atau KMP juga tidak menasehati Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
6 Hakim MKD yang menolak sidang dilanjutkan. Image: sumsel.tribunnews.com |
Dari rentetan peristiwa yang menggegerkan Indonesia ini, maka para calon pemilih pada Pilkada Serentak 2015 dan calon pemilih pada Pemilu 2019 bisa dengan jernih mengetahui partai apa saja yang dilupakan atau dihukum dengan cara tidak dipilih lagi.
Namun, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang mudah melupakan meskipun ada sebuah peristiwa besar telah merugikan rakyat dan negara. Kita akan bisa melihat nanti pada hasil quick count atau hasil pemilu, khususnya pada Pilkada serentak setelah 9 Desember 2015 ini. Masyarakat pemilih sebaiknya tidak golput supaya bisa dicegah suara siluman yang akan merugikan selama 5 tahun ke depan di daerah masing-masing.
Bagaimana pendapat anda?
Komentar