Apakah MKD bisa terbuka pada sidang dugaan pencatutan nama Presiden oleh Setya Novanto?
Apa yang akan terjadi terhadap Setya Novanto sidang MKD tentang pencatutan
nama Jokowi?
Politik Indonesia memang heboh, terutama di gedung DPR. Kini MKD menghadapi
tantangan besar untuk mememeriksa dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan
Wapres Jusuf Kalla oleh Setya Novanto yang menurut transkrip dan rekaman yang
diserahkan Menteri ESDM, Sudirman Said – terdengar suara seperti Setya Novanto
yang meminta saham dengan mencatut nama Jokowi dan Jusuf Kalla, dan membuat
Jokowi sangat marah. Apakah MKD berani memeriksa Setya Novanto secara terbuka
dan transparan seperti harapan publik?
Setya Novanto dan Fadli Zon yang aktif membela Novanto. Image: beritagar.id |
Setelah heboh dengan keberadaan Setya Novanto, ketua DPR RI pada kampanye
Donald Trump, belakangan ini Setya Novanto dilaporkan oleh Menteri ESDM,
Sudirman Said ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) DPR RI. Laporan tersebut
dilengkapi dengan transkrip pembicaraan sang ketua DPR dengan petinggi Freeport
di sebuah hotel. Pada transkrip itu ada kalimat Novanto meminta saham dan
proyek listrik. Setelah itu Sudirman Said diwakili Said Didu juga menyerahkan
flash disc berisi rekaman untuk mendukung transkrip tersebut.
Pada kasus yang diplesetkan oleh para netizen sebagai “Papa Minta Saham”
ini, Setya Novanto bisa berbangga karena rekannya dari Partai Gerindra yang
juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, Fadli Zon membela Novanto dengan gagah
berani di berbagai kesempatan, bahkan pada acara Mata Najwa.
Begitu pula
Aburizal Bakrie alias Ical alias ARB menganggap Setya Novanto tidak bersalah,
dan KMP alias Koalisi Merah Putih yang telah ditinggalkan oleh PAN juga tidak
menyalahkan Setya Novanto berkenaan dengan pencatutan nama presiden Jokowi dan
Wapres Jusuf Kalla untuk meminta saham kepada Freeport.
Sementara itu, MKD didesak supaya menyidangkan kasus pencatutan nama
presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla ini secara terbuka, bukan tertutup
seperti pada kasus pertemuan Setya Novanto dengan Donald Trump di Amerika
Serikat itu, dimana Novanto hanya diberikan “hukuman ringan” berupa teguran
lisan.
Sementara itu, dikutip dari nasional.tempo.co “Persoalan ini menyangkut
kepentingan publik, tidak ada alasan bagi MKD menyidangkan secara tertutup,”
kata Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono, Jumat, 20 November
2015. Bahkan Abdulhamid menilai dokumen laporan kasus ini juga seharusnya dibuka
kepada publik.
Dikalangan anggota DPR juga ada keresahan, sehingga sejumlah anggota DPR
mendorong mosi tidak percaya terhadap Setya Novanto karena dianggap telah
melanggar etik dan marwah atau kehormatan DPR. Menurut suarasurabaya.net – mereka antara lain Adian
Napitupulu (FPDIP), Taufiqulhadi (FNasDem), Inas Nasrullah (FHanura), Arifin
Hakim Toha (FPKB). Mosi tidak percaya tersebut terjadi karena dugaan pencatutan
nama Joko Widodo Presiden dan Jusuf Kalla Wapres yang dilakukan Setya Novanto
untuk meminta saham dan proyek kepada PT Freeport Indonesia, meskipun dugaan
tersebut dibantah oleh Ketua DPR dari Partai Golkar ini.
Menurut kompas.com Adian Napitupulu, berencana mengajukan mosi tidak
percaya kepada Ketua DPR Setya Novanto. Hal itu akan dilakukan jika Mahkamah
Kehormatan Dewan tidak tegas dalam menindak kasus dugaan pelanggaran kode etik
yang dilakukan Novanto. Adian menilai, pertemuan Novanto dengan Presiden
Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang didampingi pengusaha
Reza Chalid telah membuat kegaduhan baru.
Dikutip dari kompas.com Setya Novanto merasa diblack-mail. "Saya
merasa ini kayak blackmail juga begitu,
diedar-edarkan. Saya begini juga Ketua DPR, kok sampai tega mem-blackmail
begitu. Saya enggak ngerti juga apa motif dan tujuannya," ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Sudirman Said, Menteri ESDM menyebut Setya Novanto
bersama pengusaha minyak Reza Chalid menemui Maroef sebanyak tiga kali.
Pada pertemuan ketiga tanggal 8 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11
persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi
perpanjangan kontrak PT Freeport. Inilah yang disebut sebagai pencatutan nama
presiden dan wakil presiden. Menurut Jusuf Kalla, Presiden Jokowi sangat marah
dengan pencatutan itu.
Sudirman Said juga menambahkan, bahwa Setya Novanto meminta saham pada proyek
listrik yang akan dibangun di Timika, dan meminta PT Freeport menjadi investor
sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek
tersebut. Sudirman mengaku mendapat informasi ini dari Maroef.
Publik pun menuntut supaya Setya Novanto untuk mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Ketua DPR. Ada pula yang meminta supaya Setya Novanto yang
pernah lolos dari kasus cesie Bank Bali ini supaya non aktif, sehingga MKD
bebas bekerja untuk memeriksa kasus pencatuan nama presiden dan wapres ini
tanpa ada intervensi. Apakah MKD bisa adil dan transparan pada kasus ini?
Masyarakat dan siapa saja yang anti korupsi di Indonesia pasti menantikan
sidang MKD yang terbuka, bukan tertutup, sehingga seluruh rakyat bisa melihat
kasus ini secara transparan.
Komentar