Demokrat walk out, maka sirnalah demokrasi langsung dalam Pilkada
Suasana sidang paripurna RUU Pilkada. Image: kabar24.com |
Langit demokrasi di Indonesia kembali mendung setelah koalisi merah putih berhasil memenangkan ambisinya untuk mengesahkan RUU Pilkada dengan pemilihan tidak langsung, sehingga para kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota akan dipilih di ruang sidang paripurna DPRD provinsi, kabupaten atau kota.
Apakah ini merupakan akhir dari nikmatnya demokrasi langsung yang selama ini dipuji dunia, bahkan sangat dibanggakan oleh SBY ketika menyampaikan pidato kenegaraan terakhirnya pada 17 Agustus 2014, dan dijadikan sebagai salah satu poin keberhasilan SBY sebagai presiden yang memerintah dua kali berturut-turut melalui pemilihan umum langsung. SBY adalah produk dari demokrasi langsung.
Ridwan Kamil & anggota Apeksi dukung Pilkada langsung. Image: beritasatu.com |
Fraksi Partai Demokrat memutuskan untuk walk out dari rapat paripurna RUU Pilkada, pada tengah malam, 25 September 2014. Keputusan ini diambil Demokrat lantaran 10 syarat yang diminta tidak diakomodir dalam RUU tersebut, padahal SBY melalui youtube telah mengisyaratkan supaya anggota DPR dari Partai Demokrat supaya mendukung Pilkada secara langsung oleh rakyat.
Kini terbukti kedaulatan rakyat telah dirampok oleh segelintir elitie di parlemen dan di partai politik. Indonesia yang telah hampir 10 tahun hidup dalam pemilihan langsung khususnya dalam pemilihan kepala daerah, dari tingkat walikota, bupati dan gubernur, bahkan presiden telah dipilih secara langsung, dan pemenang pertamanya adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Amien Rais menyatakan, bahwa "Para pemilih Prabowo - Hatta lebih terdidik dan tercerahkan"
SBY "dukung" Pilkada langsung di Youtube. Image: nasional.kompas.com |
Gaya walk out hanya bukti bahwa Partai Demokrat telah cuci tangan dalam pembahasan RUU Pilkada. Suara mayoritas rakyat, begitu pula para aktivis demokrasi di Indonesia sangat menolak Pilkada dilakukan oleh DPRD.
Amien Rais mendengar suara siapa? Image: merantionline.com |
Amien Rais dalam silahturahmi calon DPR yang disiarkan langsung oleh TV One pada hari Jumat, 26 September 2014 nampak sangat bangga dan gembira dengan kemenangan Koalisi Merah Putih untuk mengubah Pilkada dari langsung oleh rakyat, dan kembali seperti jaman Orba, dimana para kepala daerah akan dipilih segelintir orang yang kebetulan merupakan "wakil rakyat" di DPRD.
Proses Pilkada oleh DPRD ini telah ditolak pula oleh para walikota, wakil gubernur dan gubernur yang terpilih langsung oleh rakyat. Silahturahmi itu dihadiri pula oleh para tokoh Koalisi Merah Putih seperti MS Kaban (PBB), ARB, Anies Mata, Hatta Rajasa, Akbar Tanjung dan anggota DPR baru dari koalisi Merah Putih.
Pada kesempatan silahturahmi itu, Amien Rais dengan jumawa juga menyebut bahwa para pemilih Prabowo - Hatta pada pilpres 2014 adalah pemilih yang terdidik dan tercerahkan. Dengan demikian Amien Rais yang konon merupakan bapak reformasi ini telah menggangap pemilih Jokowi - JK sebagai pemilih yang lebih rendah tingkat pendidikannya atau belum tercerahkan. Apakah Amien Rais sudah melakukan penelitian yang sungguh-sungguh tentang kecerdasan para pemilih, baik rakyat yang memilih Prabowo - Hatta maupun para pemilih Jokowi - JK.
Untuk sementara rakyat telah "dikalahkan" di gedung DPR oleh para anggotanya yang tiba-tiba rajin untuk bersidang, padahal biasanya ruang sidang paripurna lebih sering lengang. Rupanya sidang paripurna RUU Pilkada merupakan arena penting untuk koalisi merah putih, sehingga mereka rela begadang sampai jam 2 dinihari.
Demo Dukung Pilkada Langsung. Image: memoarema.com |
Dari New York, Amerika Serikat, SBY mengaku kecewa dengan hasil sidang dini hari tersebut, bahkan ingin ikut melakukan gugatan, misalnya ke MK atau Mahkamah Agung (MA). Benarkah SBY asli kecewa?
Apakah SBY tulus untuk membatalkan Undang-Undang tentang Pilkada yang kini akan dilakukan kembali oleh DPRD?
Sebagaimana dikutip pada nasional.kompas.com, pengamat
politik dari Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan, Ketua Umum DPP
Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono harus bertanggung jawab dengan pilihan
politik partainya pada sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang
Pemilihan Kepala Daerah, Jumat (26/9/2014) dini hari, dimana Demokrat memilih
walk-out, sehingga apa yang telah diucapkan atau diisyarakatkan pada wawancara
di Youtube bahwa SBY lebih menghargai pemilihan umum kepala daerah secara
langsung oleh rakyat.
Akibat aksi walk out anggota partai Demokrat, maka SBY telah gagal untuk membuktikan dukungannya pada Pilkada langsung oleh rakyat. Aksi demokrat ini telah menimbulkan kekecewaan mendalam di hati rakyat. Tidak heran bila SBY mendapat kecaman di media sosial seperti twitter, dan #SBYShameOnYou telah menjadi trending topic di twitter. Kini rakyat akan terbuka mata hatinya, bahwa beberapa partai yang telah memasung demokrasi langsung di Indonesia sepertinya tidak pantas untuk dipilih pada pemilu 2019.
Akibat aksi walk out anggota partai Demokrat, maka SBY telah gagal untuk membuktikan dukungannya pada Pilkada langsung oleh rakyat. Aksi demokrat ini telah menimbulkan kekecewaan mendalam di hati rakyat. Tidak heran bila SBY mendapat kecaman di media sosial seperti twitter, dan
Meskipun kedaulatan telah direnggut pada sidang paripurna RUU Pilkada pada 25 September 2014, rakyat masih punya peluang besar untuk kembali merebut kedaulatan rakyat dengan cara konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Rakyat Indonesia yang telah menikmati demokrasi langsung dari tingkat presiden, gubernur, bupati sampai walikota tentu lebih bahagia bila kembali memilih para pemimpinnya secara langsung, bukan dilakukan sekelompok wakil rakyat saja.
Untuk kesekian kalinya, para hakim di MK akan diuji jiwa kenegarawanan mereka, apakah mereka akan memenangkan kembali kedaulatan rakyat supaya rakyat bisa memilih para pemimpin mereka secara langsung?
Komentar