Aksi pro pemilihan langsung di Hong Kong dan tolak PILKADA oleh DPRD di Indonesia
Aksi mogok kuliah mahasiswa di Hong Kong. Image: jawapos.com |
Perbedaan pandangan dan aspirasi
antara rakyat dengan para elite partai politik (parpol) maupun para anggota DPR
sering berbeda jauh satu sama lain. Para elite parpol yang tergabung pada
koalisi merah putih sangat ngebet untuk mengubah PILKADA langsung untuk diambil
alih oleh DPRD seperti terjadi pada era ORBA, sementara rakyat yang telah
menikmati pesta demokrasi secara langsung selama hampir 10 tahun sejak
reformasi 1998.
Entah mau dibawa kemana jiwa reformasi ini oleh para elite
parpol (koalisi merah putih), padahal mereka telah melakukan amandemen besar-besaran pada
Undang-undang Dasar 1945. Apakah akan dikembalikan sebelum amandemen?
Koalisi
merah putih yang terdiri dari Partai Gerindra, Golkar, PPP, PKS dan PAN sangat
semangat untuk mendukung Undang-undang PILKADA oleh DPRD, diduga karena telah
kalah dalam Pilpres 9 Juli, apalagi setelah seluruh gugatan Tim Prabowo – Hatta
kepada KPU di MK telah ditolak oleh MK.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa Partai
Golkar yang memiliki tagline “Suara
Rakyat adalah Suara Tuhan”, ternyata mengingkari esensi suara rakyat. Begitu
pula PAN yang didirikan oleh Amien Rais, yang dijuluki Bapak Reformasi ini juga
semangat menolak PILKADA langsung oleh rakyat. Entah apa yang sesungguhnya yang
terjadi, suatu saat akan dijawab oleh sejarah.
Apa khabar mahasiswa di Indonesia?
Ternyata,
bukan hanya masyarakat Indonesia yang mendukung pemilihan kepala daerah secara
langsung oleh rakyat atau PILKADA Langsung, dan semangat untuk tolak PILKADA
oleh DPRD, ternyata para mahasiswa Hong Kong juga telah berdemontrasi dengan memulai
mogok kuliah. Aksi yang bakal berlangsung seminggu penuh itu merupakan bentuk
protes atas kebijakan pemerintah Tiongkok Daratan. Mahasiswa pro demokrasi ini
berang karena Beijing atau pemerintah Tiongkok tidak memperbolehkan demokrasi
berupa pemilihan langsung untuk memilih pemimpin Hongkong selanjutnya.
Demonstrasi
yang diberi judul “mogok kuliah” ini diikuti sekitar 13 ribu mahasiswa dari 24
perguruan tinggi. Mereka mulai melakukan aksi sejak 22 September 2014, dan
dimulai di kampus Chinese University of Hongkong di Sha Tin. Jaraknya hanya
beberapa kilometer utara pusat kota. Mereka duduk sambil melambaikan bendera
kampus masing-masing. Beberapa menggunakan payung untuk menghindari sengatan
matahari. Masyarakat Hong Kong ketika masih di bawah koloni Inggris telah
menikmati berbagai kebebasan seperti dinikmati rakyat di berbagai negara
demokrasi lainnya.
Menurut
situs Jawapos.com para mahasiswa Hong Kong juga mengajak siswa menengah untuk
ikut aksi demokrasi ini. Mereka membagikan pita kuning di depan sekolah-sekolah
menengah. Aksi para mahasiswa ini mendapat sambutan positif. Terbukti sekitar
400 akademisi dan staf universitas juga ikut ambil bagian dalam aksi tersebut.
Rencananya pada 1 Oktober kelompok prodemokrasi Occupy Central menggelar aksi besar-besaran serupa.
Bagaimana
dengan para mahasiswa di Indonesia? Apakah mahasiswa-mahasiswi di Indonesia
juga punya rencana untuk melakukan aksi untuk menolak gerakan koalisi merah
putih yang ingin mengembalikan ke alam ORBA, dimana para kepala daerah seperti
walikota, bupati dan Gubernur dipilih kembali oleh DPRD?
Apakah
para elite di koalisi merah putih masih menganggap rakyat Indonesia kurang
cerdas? Jika mereka khawatir pada masalah biaya PILKADA langsung yang terlalu
mahal, maka ini merupakan alasan yang terlalu dicari-cari.
Dengan teknologi
informasi, semua proses pemilihan umum baik PILKADA maupun pemilihan presiden
bisa dilakukan dengan cara e-voting seperti di India dan negara-negara lainnya.
Efesiensi bisa dilakukan dengan lebih baik, dan ada waktu 3 tahun atau lebih
sejak tahun ini untuk melakukan sosialisasi.
Pada 25
September 2014 para wakil rakyat di Gedung DPR Senayan akan melakukan sidang
paripurna untuk melakukan voting untuk menentukan nasib demokrasi langsung di
Indonesia. Bersyukur SBY di akhir masa baktinya sebagai presiden telah
menentukan pilihan untuk tetap mendukung PILKADA langsung oleh rakyat, dan
menolak PILKADA oleh DPRD. Semoga anggota DPR dari Fraksi Demokrat juga tegas
menudukung amanat SBY, yang juga ketua umum Partai Demokrat.
Para
mahasiswa Indonesia, aktivis, LSM dan siapa saja yang cinta demokrasi sejati,
pasti akan mendukung Indonesia lebih maju dengan demokrasi langsung oleh
rakyat, bukan oleh segelintir elite politik yang disebut wakil rakyat itu. Seharusnya
DPRD hanya melakukan tugas dan kewenangan di bidang anggaran, legislasi
(membahas peraturan daerah) dan mengawasi para kepala daerah.
Komentar