Ditemukan kejanggalan pada Berkas Gugatan Prabowo-Hatta di MK
Kejanggalan gugatan Prabowo-Hatta di MK. Image: kaskus.co.id |
Menjadi
tim kuasa hukum untuk kasus besar atau kecil, seorang pengacara apalagi tim
pengacara yang beranggotakan lebih dari 50 orang seharusnya bisa lebih cermat
ketika mengajukan gugatan atau menangani sebuah perkara.
Ternyata jumlah
advokat atau pengacara yang banyak tidak menjamin surat gugatan akan tertulis
atau tersusun dengan rapi, tepat dan benar. Hal ini terbukti pada gugatan
Prabowo-Hatta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Tim pengacara menyalahkan kalkulator sebagai biang kerok kejanggalan pada berkas gugatan Prabowo-Hatta tersebut.
Contoh kalkulator rusak. Image: edplace.com |
Kecerobohan para pengacara ini diungkapkan oleh berbagai media, termasuk media
online seperti kompas.com. Media ini menulis sebagai berikut, Anggota tim
hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, Maqdir Ismail, menilai kesalahan dalam isi dokumen gugatan ke Mahkamah
Konstitusi hanya kesalahan ketik maupun penghitungan. Menurut Maqdir, kesalahan
itu bisa saja terjadi pada kalkulator yang digunakan untuk melakukan
perhitungan.
Menjadi
pertanyaan, apakah tim pengacara hebat dari Prabowo-Hatta ini, apakah tidak
memiliki kalkulator yang bagus, bahkan para pedagang di Pasar Gembrong pun
tidak pernah salah menghitung. Tentu tim hukum capres nomor urut 1 ini telah
dipilih dari ratusan pengacara hebat yang praktek di Jakarta. Berkas gugatan
seharusnya diteliti dengan cermat sebelum diserahkan secara resmi ke MK,
padahal kubu Prabowo-Hatta mengklaim telah memiliki bukti-bukti yang cukup kuat
untuk membandingkan hasil rekapitulasi oleh KPU dengan hasil rekapitulasi dari
kubu Prabowo-Hatta. Sebagaimana kita fahami KPU pada 22 Juli 2014 di hadapan
media dan pasangan Jokowi JK, bahkan disaksikan puluhan juta pemirsa TV, Jokowi
JK berhasil memenangkan suara rakyat sebesar 70.997.883 atau 53,15 persen,
sedangkan Prabowo-Hatta hanya memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen.
Prabowo orasi di depan gedung MK 25 Juli 2014. Image: banjarmasin.tribunnews.com |
Kejanggalan itu antara lain ditemukan di berkas gugatan,
yaitu pada poin 4.5 halaman 8 bagian Pokok Permohonan, Prabowo-Hatta mengklaim
kemenangan dalam Pemilu Presiden 2014 dengan perolehan suara 67.139.153 atau
50,25 persen, sedangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapatkan 66.435.124
suara atau 49,74 persen.
Total persentase suara yang sudah dibulatkan itu tidak
mencapai 100 persen, tetapi 99,99 persen. Angka persentase ini ditulis sama di
semua bagian berkas tersebut. Pembulatan angka pada persentase suara milik
Prabowo-Hatta seharusnya 50,26 persen. Kesalahan bisa saja terjadi pada
kalkulator yang error, atau kesalahan ketik. Jika benar merupakan kesalahan kalkulator, maka perlu diteliti apa merek kalkulator itu, jangan-jangan kalkulator yang belum terdaftar menurut syarat SNI yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Jokowi dan istrinya, Iriana mudik ke Solo. Image: solopos.com |
Media online nasional.kompas.com juga menemukan kecerobohan lainnya yaitu pada bagian yang tidak diisi
secara lengkap dalam berkas dan dituliskan dengan "......" di
sejumlah halaman. Hal itu antara lain terjadi pada poin 4.13 (4) halaman 12,
tentang daerah-daerah basis massa Jokowi-JK dengan tingkat partisipasi pemilu
rendah. Ibarat seorang murid yang sedang mengisi lembar jawaban ujian, maka
sang guru bisa dengan segera mengurangi nilai murid yang ceroboh tersebut.
Sementara itu news.detik.com melaporkan pula bahwa pada poin
4,8 dari dokumen gugatan atau permohonan tersebut menyebutkan bahwa “ditemukan
adanya penggelembungan perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil
presiden nomor urut 2 sebanyak 1,5 juta, dan ditemukannya pengurangan perolehan
suara pasangan nomor urut 1 sebanyak 1,2 juta suara dari 155.000 TPS. Prabowo-Hatta
menuding terdapat 2,7 juta suara yang tidak benar penghitungannya sehingga
mereka dirugikan. Namun berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, selisih suara
keduanya adalah 8,4 juta dengan kemenangan di pihak Jokowi-JK. Angka 2,7 juta
suara tentunya tidak cukup untuk menutupi selisih suara 8,4 juta tersebut,
apalagi membaliknya menjadi kemenangan Prabowo-Hatta.
Jokowi sungkem kepada ibunda. Image: moneter.co |
Lebih lanjut news.detik.com juga memberitakan sebagai
berikut: Hal lain yang menarik perhatian adalah ditambahkannya kata '...dan
seluruh provinsi Jawa Tengah...' pada naskah petitum dengan tulisan tangan,
agar masuk ke dalam wilayah yang melaksanakan pemungutan suara ulang.
Bahwa tulisan
tangan tersebut dibubuhi paraf dan diberi tanggal 26 Juli 2014, padahal batas
akhir pengajuan permohonan ke MK adalah tanggal 25 Juli 2014. Adapun dokumen
yang ditampilkan di laman MK merupakan dokumen perbaikan tertanggal 26 Juli
2014. Ini menunjukkan tindakan terburu-buru dari tim hukum Prabowo-Hatta,
sehingga dokumen atau gugatan ini bukan saja janggal, tetapi cacat secara yuridis,
bukan hanya salah secara redaksional, terutama dalam kaitan dengan angka-angka
dan waktu, maupun tempat kejadian.
Sebagaimana sudah kita saksikan di berbagai
televisi lokal maupun nasional, Prabowo-Hatta sudah siap dengan berbagai bukti
yang harus diangkut ke MK dengan 10 truk, namun akhirnya hanya terdiri dari
beberapa bundel berkas saja.
Jakarta sepi dan damai. Image: BBM Group |
Berita kejanggalan pada dokumen permohonan atau gugatan Prabowo-Hatta di MK tersebut telah beredar pula di Twitter dan BlackBerry Messenger, sehingga menjadi perbincangan hangat di saat Jakarta hujan, dan telah sepi ditinggal mudik oleh sebagian besar warganya ke berbagai daerah.
Barangkali di tengah macetnya arus mudik, berita ini pasti menjadi bahan pembicaraan supaya bisa mengatasi rasa lelah di perjalanan mudik lebaran. Sementara itu, Joko Widodo atau Jokowi presiden terpilih juga meluangkan waktu untuk mudik bersama Iriana, sang istri tercinta, sehingga bisa berjumpa dengan keluarga, dan sungkem kepada ibunda di Solo.
Terlepas dari semua hiruk pikuk peliknya peristiwa politik yang terganjal dengan proses hukum di MK akibat gugatan kubu Prabowo-Hatta kepada KPU di MK, rakyat sedang menantikan proses sidand di MK dengan keputusan yang adil dan bijaksana, sehingga pada bulan oktober presiden terpilih beserta wakil presiden terpilih bisa dilantik menjadi pemimpin menuju Indonesia sejahtera dan semakin berdaulat di antara bangsa-bangsa lainnya.
Komentar