Joko Wi Effect pada ekonomi dan emosi partai pesaing
Joko Wi Effect? (image dari BBM). |
Anda pasti sudah tahu melejitnya IHSG dan menguatnya Rupiah ketika Ketua Umum PDI Perjuangan mengumumkan pencalonan Joko Wi sebagai capres 2014. Ternyata pengumuman itu telah menjadi Joko Wi Effect, dan bisa anda baca pula bagaimana efeknya pada sebuah artikel di Kompas hari ini, Senin 17 Maret 2014.
Media juga memberikan ulasan tentang efek pencalonan Joko Wi ini dari berbagai sudut, termasuk komentar para pengamat dan tokoh politik maupun para pemimpin partai politik. Imbas pencapresan Joko Wi pada pemilu 2014 ini bergema riuh pada kampanye hari pertama. ARB yang aslinya punya nama kecil Ical ini, ketika kampanye mengajak para penonton yang hadir pada kampenye Golkar untuk bernostalgia dengan kepemimpian orde baru selama 32 tahun, dimana Golkar mendominasi MPR/DPR dan tentu saja lembaga eksekutif (pemerintah). ARB atau Aburizal Bakri mengingatkan tentang keberhasilan ekonomi di jaman orde baru.
Namun, ARB sepertinya lupa, selama 32 tahun pemerintahan Golkar yang berakhir pada 1998 ini juga meninggalkan beban hutang ribuan triliun, korupsi besar-besaran, nepotisme ekonomi dan politik, dan tentu saja terbelunggunya demokrasi.
Kita ingat banyak koran atau majalah dibredel di jaman orde baru, banyak aktivis demokrasi dan mahasiswa yang ditangkap dan dianggap subversif. Dengan adanya reformasi meskipun belum sempurna, demokrasi di Indonesia jauh lebih baik daripada di negara Timur Tengah, bahkan lebih baik daripada negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Tentu kita tidak mau kehilangan kebebasan pers, berekspresi dan kebebasan lainnya.
Prabowo juga galau dengan pencalonan Joko Wi, dan meminta peserta kampanye Gerindra supaya tidak memilih pemimpin plin plan dan ingkar janji. Anda tentu juga ingat bagaimana talk show dan acara lainnya di televisi yang menampilkan ketidak setujuan terhadap Joko Wi sebagai capres 2014.
Persaingan dalam setiap kampanye pemilu adalah biasa selama sehat dan tidak ada unsur permusuhan, mengasut, black campaign, fitnah apalagi memprovokasi masyarakat. Pesta demokrasi atau kampanye harus menjadi pembelajaran politik sehat dan sportif, dan membuat rakyat lebih cerdas. Media cetak dan elektronik, demikian pula media sosial seharusnya juga mendukung pemilu damai dan menyenangkan, bukan menakutkan.
Joko Wi tidak perlu ditakuti, maka ingatlah aturan KPU tentang kampanye, yaitu fokuslah untuk menyampaikan program partai dan gagasan untuk pemerintahan baru jika nanti menang, bukan black campaign, apalagi mengasut dan sebagainya. Semoga KPU bisa mendeteksi dan berlaku adil pada setiap pelanggaran. Para pemuda dan pengguna jejaring media sosial bisa memanfaatkan kecanggihan smartphone, tablet, Internet dan teknologi lainnya untuk melaporkan setiap pelanggaran dengan bukti-bukti kuat tentu saja.
Semoga pemilu 2014 berjalana aman, damai, lancar dan memberikan pencerahan.
Komentar