Quo Vadis Indonesia?
Vicky Prasetyo dan Zaskia Gotik. Image: youtube.com
|
Indonesia adalah negeri yang cantik, kaya dengan seni budaya, penuh
dinamika. Begitulah kata-kata halusnya, namun tempe tahu kok mahal, daging sapi
selangit harganya. Korupsi kok tiada henti, juga ada anak di bawah umur dengan
bebas mengendarai mobil lalu menabrak kendaraan lain yang mengakibatkan kematian
banyak orang. Kartel kedelai, kasus daging sapi dan korupsi barangkali bisa membuat Indonesia akan labil ekonomi (meminjam istilah Vicky Prasetyo, maaf ya Mas
Vicky).
Vicky).
Belum lagi kita dibikin tertawa pilu dengan kata-kata aneh yang
keluar dari seorang pria yang dianggap penipu, dan sebelumnya, Vicky Prasetyo sempat
bertunangan dengan penyayi dangdut Zaskia Gotik dengan pesta pertunangan mewah
seperti acara reality show di televisi. Kini Vicky telah ditahan karena kasus penipuan.
Ayo kita putar ulang isi pidato atau wawancara para tokoh, para pejabat,
para artis dan para pesohor lainnya, pasti kita menemukan banyak kata-kata yang
salah tempat, atau kata-kata yang salah secara tata bahasa. Misalnya Amien Rais
yang katanya tokoh reformasi juga pernah mengucapkan kata “memfolowapi”. Kenapa
Amien Rais tidak menggunakan kata “menindak lanjuti?” Kalau Pak Harto kita
kenal dengan kata yang diucapkan nyang, semakin diucapkan semangkin dan sebagainya. Tapi
pak Harto kan hanya lulusan SR (sekolah rakyat, setingkat SD). Kalau Amien Rais
kan sarjana lulusan universitas di Amerika.
Kalau para artis lain lagi, pada saat wawancara sering kita mendengar “dunia
entertain”, seharusnya “dunia entertainment”. Bedanya dengan Vicky Prasetyo
apa? Kesalahan Vicky adalah karena dia merangkai kata-kata “aneh” begitu banyak
dan begitu panjang, sehingga menjadi bahan tertawaan.
Dosa turunan
Barangkali bangsa Indonesia telah menanggung dosa turunan, yaitu pembiaran.
Apa saja bisa dibiarkan berlarut-larut. Ketika Joko Wi dengan tegas membereskan
waduk Pluit, PKL di Tanah Abang, begitu pula ketika Ahok bertindak tegas, maka
membuat kaget banyak orang bahkan dipersalahkan dan dimusuhi, bahkan oleh para
tokoh dan oleh para lawan politik yang ketar-ketir dengan Joko Wi ketika
Megawati sepertinya memberikan lampu hijau untuk menjadi pemimpin nasional
(baca presiden).
Sementara itu, Amien Rais yang sebelumnya mengusulkan supaya Hatta Rajasa
supaya berpasangan dengan Joko Wi, akhirnya rajin menyudutkan Joko Wi. Sangat
aneh dan lucu. Amien Rais lupa, semakin seseorang disudutkan, maka simpati akan
mengalir. Ingatlah ketika SBY diejek Taufik Kiemas, akhirnya SBY makin populer
dan sukses mengalahkan Megawati.
Pembiaran sudah puluhan tahun
berlangsung di negeri kita seperti anak-anak di bawah umur dibiarkan oleh
pemerintah dan kepolisian mengemudikan sepeda motor atau mobil. Ketika Dul,
anak Ahmad Dhani menabrak kendaraan lain dengan akibat kematian banyak orang,
barulah kita tersentak dan teringat bahwa anak Ahmad Dhani bukanlah
satu-satunya anak di bawah umur yang mengalami nasib “pembiaran” itu.
Ada ribuan (mungkin jutaan) anak-anak di bawah umur mengendarai sepeda
motor atau kendaraan roda empat, bebas berkeliaran di jalan raya dengan alasan
pergi ke sekolah atau kegiatan lain. Apakah anak-anak bangsa ini bersalah? Ya,
pasti bersalah, namun yang paling bersalah tentu saja para orang tua dan adanya
pembiaran dari aparatur negara. Undang-undang dengan ratusan pasal pun akhirnya
tiada arti lagi.
Begitu pula dibiarkannya pemukiman liar di tanah milik negara, misalnya di
waduk, di sekitar stasiun kereta api dan sebagainya. Ketika dibutuhkan oleh
negara, maka ributlah semua orang termasuk LSM dan Komnas HAM. Kenapa LSM dan
Komnas HAM tidak punya program untuk mengentaskan orang-orang yang bermasalah
dengan kondisi miskin dan memberikan mereka solusi, bukan hanya sok membela ketika ada penertiban.
Kontes Miss World di Indonesia pun banyak didemo oleh beberapa ormas yang
mengaku bermoral dan mengatas namakan agama, padahal kalau mereka perhatikan di
antara peserta Miss World ternyata ada gadis-gadis cantik dari Afghanistan,
Malaysia atau Turki juga menjadi peserta dan tidak diributkan oleh masyarakat di negara mereka.
Kontes semacam ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk
mempromosikan Indonesia ke seluruh dunia. Isi acara dan kegiatan penyelenggaraan
kontes Miss World atau Miss Universe pada dasarnya bisa dikompromikan supaya
sesuai dengan kebudayaan Indonesia yang katanya sangat menjaga sopan santun dan
adat ketimuran.
Vania, Miss Indonesia di antara finalis Miss World 2013. Image: gayahidup.plasa.msn.com |
Tahun 2014 adalah tahun Pemilu, dan tahun 2013 adalah tahun politik. Para
calon legeslatif untuk pemilu 2014 masih didominasi wajah-wajah lama yang
umumnya sering bolos, tertidur dan mangkir ketika rapat paripurna. Apakah kita
masih punya gairah untuk memilih mereka, dan membiarkan mereka untuk duduk dan
tertidur di ruangan mewah di DPRD atau DPR/MPR dan DPD?
Rakyat Indonesia adalah manusia-manusia luar biasa dan selalu bisa bertahan di
setiap kejadian, mudah memaafkan dan mudah melupakan, setelah sebelumnya mengamuk, tawuran dengan desa tetangganya atau demonstrasi besar-besaran.
Apapun yang terjadi, pokoknya, aku cinta Indonesia.
Komentar