Celebrity dan artis terjun ke dunia politik
Rhoma Irama capres 2014. Image: heraspost.com |
Reformasi Indonesia yang bergulir sejak 1998 sudah sukses? He he he sukses dong. Terbukti yang biasanya dilarang ngomong akhirnya bisa bersuara lagi. Yang biasanya diam, ikut pula nimbrung. Demonstrasi pun tidak haram lagi, walaupun banyak juga yang vandalis dan anarkis.
Kita juga dapat berita heboh, Raja Dangdut, Rhoma Irama mengaku diminta banyak umat dan pesantren supaya mau jadi calon Presiden. PKB telah menempatkan Rhoma Irama sebagai salah satu calon presiden dari partai itu. Siapa tahu ada petinju atau pebulu tangkis yang mau ikutan jadi candidate (calon presiden) pada tahun 2014. Apakah Indonesia masih sanggup menerima mereka sebagai calon presiden?
Kita sudah sama-sama mengetahi, bahkan pelawak pun terjun ke politics seperti menjadi anggota partai, lalu jadi anggota parliament alias anggota DPR. Banyak celebrity, artis seperti Tere, Miing, Komar (pelawak), dan ada lainnya (ayo tolong tambahin deh) yang tampil di parlemen. Bahkan Rano Karno sudah jadi wakil Gubernur di Banten, Dede Yusuf jadi wakil gubernur di Jawa Barat, dan sebentar lagi mungkin akan jadi Gubernur Jawa Barat.
Itulah democrazy eh democracy. Namun, kita jangan apriori dulu deh, siapa tahu ada di antara mereka yang benar-benar punya dedikasi kepada negara dan rakyat, bukan tidur pada saat rapat, atau nonton video porno di iPad atau smartphone.
Wah, kalau sudah menjadi anggota DPR, mereka pun disebut sebagai legislature (law maker) atau ikut merancang dan memutuskan disahkannya suatau undang-undang yang berlaku di seluruh Indonesia dan berdampak bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejak reformasi kewenangan DPR semakin banyak, bahkan bisa melakukan fit and proper test terhadap calon anggota hakim agung, anggota KPK, calon kepala staff angkatan Darat, Laut, Udara dan Kapolri. Belum lagi melakukan fit and proper test terhadap calon gubernur Bank Indonesia dan semua deputy Gubernur BI. Hebat sekali, anggota DPR ahli di segala bidang.
Kalau diperhatikan sistem presidensiil yang dimaksud oleh Undang-Undang Dasar 1945 telah digerogoti sejak Amin Rais menjadi ketua MPR. Amandemen UUD 45 mungkin telah dilakukan secara berlebihan, misalnya tentang otonomi daerah.
Kewenangan yang begitu besar dari anggota DPR dampaknya ya bisa bagus, ya bisa buruk. Apakah kita merasakan hal ini? He he he, namun itulah democracy, semoga tidak menjadi democrazy ya?
Orang Indonesia memang serba untung (asal tahu caranya) siapa pun boleh terjun ke politik. Setelah artis dan pelawak, adaparanormal kondang yang katanya bisa menyantet orang (ih serem ya?). Paranormal itu adalah Ki Gendeng Pamungkas (Orang gendeng Terakhir?) pernah mencalonkan diri jadi walikota Bogor. Apakah memakai cara-cara konvensional misalnya mengundang penyanyi dangdut misalnya Dewi Persik yang sexy itu tampil hot di hadapan calon voternya atau memakai cara-cara paranormal? Tolong jangan dibayangkan metode paranormal ini ya?
Omong-omong soal dangdut, eh Syaiful Jamil mantan suami Dewi Persik juga mencalonkan diri jadi wakil bupati Serang. Lain di Jawa lain pula di Bali, ada seorang pelawak Lokal Pulau Dewata bernama Lolak mencalonkan diri jadi anggota DPD (Senator ala Indonesia). Primus Yustisio, Ayu Soraya, Dicky Chandra, Wulan Guritno, dan lainnya dari kalangan artis sinetron sudah mendaftar jadi calon pejabat di daerah kelahirannya. Tapi Dicky Chandra akhirnya mengundurkan diri sebagai wakil Bupati Garut, dan akhirnya kita sama-sama mengetahui Aceng terlibat kisah cinta empat malam, dan menghebohkan dunia karena menceraikan istrinya via sms. Kini kasusnya masih diproses di Mahkamah Agung.
Yang unik adalah Ikang Fauzie (mantan preman eh rocker yang menyanyikan lagi Preman) ditarik Partai Amanat Nasional, sementara istrinya Marisa Haque mantan anggota PDIP ini kini bisa dilihat suka nongkrong di kantor PPP. Ini mirip Arnold Swazeneger governor of California, USA (bukan Kalideres) dari partai Republik sementara istrinya yang clan Kennedey merupakan anggota partai democrat.
Terlepas setuju atau tidak, pro dan kontra, tertawa atau sedih melihat artis, pelawak, paranormal dan profesi lainnya yang terjun ke politik ayolah kita biarkan saja. Bila mereka berkualitas seperti Sophan Sophian ayo kita support, tetapi kalau hanya “dimanfaatkan” kepopuleran mereka oleh partai politik, dan tidak berkualitas, ya jangan dipilih. Caranya: dengarkan saja cara mereka berkomentar di media massa, apakah blepotan atau cerdas. Bila mereka cerdas dan punya quality, ayo kita pilih. Gitu aja kok repot (maaf ini istilah Gus Dur lho).
Komentar